Aceh merupakan provinsi dengan penduduk termiskin di Pulau Sumatra. Hal tersebut berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin di provinsi ini sebesar 15,53 persen. Sementara itu, jumlah penduduk Aceh menurut laporan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri mencatat sebanyak 5,33 juta jiwa pada tahun 2021. Di segi lain, Aceh merupakan satu satunya provinsi dengan persentase penduduk muslim terbesar di Indonesia dengan jumlah 5,26 juta jiwa, jumlah tersebut setara dengan 98,4 persen (aceh.bps.go.id).
Aceh dengan berbagai macam syariat Islam diberlakukan guna hanya untuk menyejahterakan masyarakat baik dalam konteks keagamaan maupun sosial kemasyarakatan, salah satu hal yang bisa menyejahterakan masyarakat dalam konteks sosial adalah zakat. Zakat tidak hanya sebagai membersihkan harta si muzaki yang berlandasan keimanan kepada Tuhan. Akan tetapi, zakat bisa menjalin hubungan baik antara sesama dan yang paling penting dari zakat adalah mampu mengentaskan kemiskinan masyarakat.
Kemiskinan masyarakat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya berkurangnya lapangan kerja karena pesatnya pertumbuhan penduduk di suatu kampung atau kota. Kemiskinan adalah masalah global yang menimpa seluruh negara tak terkecuali Indonesia bahkan Aceh secara khusus. Oleh karena itu, mesti ada pihak khusus yang menangani dalam hal menanggulangi kemiskinan masyarakat. Maka dalam hal ini, milenial zakat menjadi peran utama.
Milenial zakat adalah kuala muda tempat mereka cinta akan zakat dan berkontribusi penuh dalam masalah pergerakan zakat. Milenial zakat disebut juga generasi milenial mereka yang tumbuh dan berkembang di era digital.
Generasi milenial merupakan agent of change yang berkontribusi mengupayakan gerakan perubahan dalam segala bidang tak terkecuali zakat. Di era milenial anak muda mesti memanfaatkan media sosial sebagai alat menyampaikan berbagai informasi. Kenapa mesti anak muda? Karena anak muda lebih mengerti tentang media sosial dibandingkan orang tua. Berikan kesempatan untuk mereka berkarya dengan caranya masing-masing lewat media sosial agar terciptanya suatu perubahan.
Dari hal tersebut, yang perlu digambarkan di media sosial adalah banyak masyarakat sampai saat ini masih ada yang kelaparan, ada yang tinggal di bawah jembatan karena tidak memiliki rumah sebagai tempat tinggal dan masih banyak anak dari keluarga fakir dan miskin yang terputus pendidikan disebabkan ekonomi orang tua yang menjadi alasan utama. Semua itu karena kurangnya kepedulian pemerintah lewat asumsi zakat terhadap masyarakat. Maka gambaran semacam ini yang mesti yang ditampilkan di media sosial agar rasa kepedulian pemerintah kiranya tercurahkan.
Media sosial yang ada di tangan milenial sekarang diantaranya: Instagram, Facebook, Twitter, TikTok, WhatsApp, dan YouTube. Mereka akan menggunakan akun tersebut untuk menyebarkan informasi atau dibuat konten-konten yang unik dan menarik tentang zakat lalu diposting pada media sosial tersebut agar seluruh lapisan masyarakat hingga kepemerintah kota bisa melihat dan membacanya. Setelah orang melihat dan membacanya, diharapkan ada respons baik dalam dirinya disebabkan oleh postingan itu. Dari sejumlah postingan berita yang ada, diharapkan akan menyentuh hati orang kaya untuk membayar zakat.
Generasi milenial dalam hal penggunaan media, ia tidak hanya menginginkan banyak follower dan subscriber. Akan tetapi, yang paling penting dari akun medsos tersebut dapat dijadikan sebagai sarana dalam menyebarluaskan berita tentang zakat.
Zaman sekarang, satu satunya cara menyampaikan informasi yang paling cepat tersampaikan ke seluruh penjuru dunia adalah media sosial. Hal ini karena media sosial adalah suatu alat komunikasi yang sangat efektif dan cepat tersampaikan informasi dalam hitungan detik. Tentang penggunaannya, mulai dari anak-anak, remaja, dan orang tua sudah tidak asing lagi bagi mereka.
Selanjutnya, milenial mesti mengerti literatur fikih permasalahan zakat dan menyadari bahwa manfaat zakat sangatlah besar bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang pendapatannya rendah dalam kesehariannya.
Generasi milenial bukan hanya bertindak sebagai donatur saja. Akan tetapi, sebagai penggerak disetiap elemen-elemen dasar dengan berbagai cara untuk menciptakan perubahan dalam peningkatan mutu zakat di kalangan masyarakat.
Milenial juga amat berperan dalam mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran. Persoalan himpitan ekonomi ditambah sulitnya lapangan kerja akan berkurang bila milenial dapat eksis di tengah masyarakat. Melalui caranya, milenial dapat menargetkan orang kaya dermawan yang menggunakan media sosial. Kenyataan tersebut pada akhirnya akan mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran sekaligus mengurangi beban negara dalam membiayai masyarakat miskin.
Dari kesenjangan di atas, Rabithah Thaliban Aceh (RTA) Kabupaten Aceh Utara sangat berpartisipasi dan berkontribusi tentang zakat. Organisasi ini berada di bawah pimpinan Tgk. Hafiz Almansuri. Beliau merupakan mahasantri Ma’had Aly Babussalam Al-Hanafiyyah Matangkuli Aceh Utara. Organisasi ini adalah kumpulan para milenial yang terdiri atas santri pondok pesantren dan anak muda perkuliahan yang berasal dari Aceh Utara. Mereka adalah jiwa-jiwa muda yang menjadi aktor terdepan dalam menebarkan ilmu pengetahuan kepada masyarakat.
RTA Aceh Utara ini sangat semangat dalam bidang berdakwah. Hal tersebut dapat dilihat pada setiap akhir bulan, organisasi ini membuat sebuah kajian milenial dengan berbagai topik permasalahan yang sering terjadi dikalangan masyarakat dan anak muda dalam konteks kekinian.
Uniknya, kajian milenial ini tidak diadakan di masjid, surau, atau balai pengajian lainnya. Akan tetapi, kajian ini diadakan di warung-warung kafe karena mempertimbangkan warung kafe adalah suatu tempat yang diminati anak muda pada masa sekarang. Rumoh Kupie Atjeh merupakan salah satu warung kafe yang dipilih oleh organisasi RTA sebagai tempat kajian milenial dengan tempat sangat strategis yang berlokasi di tengah-tengah ibu kota Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara.
Walaupun di Warung Kafe, RTA mengundang para pejabat, di antaranya; Wakil Bupati Aceh Utara, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), tokoh masyarakat, pengusaha dan orang-orang kaya pada kajian itu. Pejabat diundang agar mereka turut mendukung dan memberi sumbangsih berupa buah pikiran terhadap kegiatan kajian tersebut.
Dari sejumlah kajian di setiap bulan dengan berbagai macam topik yang dikupas. RTA Aceh Utara mengangkat salah satu topik tentang zakat dengan judul, “ZAKAT SOLUSI KESEJAHTERAAN UMMAT”. Topik yang sangat menarik ini dikupas oleh dua pemateri, yaitu Bapak Andria Zulfa, SE., M.Si., Ph.D yang berasal dari Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM) dan Tgk. Taufiq, S.Pd.I., M.Kom. yang merupakan dosen dari Ma’had Aly Babussalam Al-Hanafiyyah Matangkuli Aceh Utara.
Dalam kajian tersebut, dosen Ma’had Aly Babussalam Al-Hanafiyyah tersebut menguraikan berbagai persoalan hukum agama maupun hukum tatanan negara terkait tentang zakat dan juga berbagai macam permasalahan yang terjadi pada masa sekarang. Di antara permasalahan tersebut, ada dua permasalahan pokok yang mesti dibenahi di antaranya adalah:
Pertama, belum maksimalnya tata kelola zakat secara profesional.
Dalam hal ini, perlu keterlibatan pemerintah secara mutlak yang diharapkan berjalan program zakat secara maksimal. Pemerintah harus membuat regulasi secara utuh dan menyeluruh serta membuat aturan-aturan khusus secara riel dan membentuk lembaga yang bekerja mengelola di bidang zakat yang berlindung di bawah payung hukum undang-undang negara.
Kedua, pemahaman tentang zakat yang tidak utuh.
Permasalahan kedua ini, sangat berkaitan dengan permasalahan pertama. Karena masih banyak orang tidak mengerti tentang zakat, mulai dari penentuan nisabnya dan jenis harta yang mesti ia zakati. Terkadang dari sejumlah harta yang dimiliki, kalau diukur menurut sudut pandang agama sudah mencapai takaran wajib zakat. Tetapi, si pemilik harta tidak menyadari tentang harta tersebut. Agar hal yang macam ini dapat terbenahi dan tidak terus menerus terjadi, maka perlu adanya upaya memberikan sosialisasi dari pemerintah atau tokoh agama kepada masyarakat secara utuh. Dengan harapan, bisa lahirnya tata kelola zakat yang baik serta terkumpulnya zakat dengan jumlah yang banyak.
Tgk. Taufiq melanjutkan, fenomenal sekarang yang sangat disayangkan terjadi di kampung-kampung. “Orang miskin yang memberi zakat kepada orang kaya sedangkan orang kaya tidak mau menyerahkannya kepada orang miskin”. Tgk. Taufiq mencontohkan orang miskin selesai memanen padi di Sawah, jika hasil panen sudah sampai takaran nisab maka langsung dikeluarkan zakatnya. Berbanding terbalik halnya dengan orang kaya, mereka dengan penghasilan perbulan yang begitu banyak tapi tidak mau peduli tentang zakat. Mereka menganggap zakat hanya terbatas pada hasil pertanian saja. Sedangkan hasil profesi tidak termasuk dalam kategori wajib zakat. Padahal, kalau dibandingkan penghasilan profesi lebih besar dari penghasilan pertanian.
Menurut Tgk. Taufiq problematika seperti ini yang menjadi sebuah catatan penting bagi pemerintah. Maka dalam hal ini, pemerintah perlu mencari solusi dari setiap slogan-slogan permasalahan dan memberi pemahaman khusus kepada masyarakat terlebih lagi kalangan orang awam dibidang zakat. Kalau tidak dilakukan, masyarakat akan terus bersifat kikir dan mencintai harta yang berlebihan.
Pemerintah juga harus menetapkan amil yang mengelola zakat secara baik, dan membentuk tim khusus yang memantau ketat dari pihak pemerintah terhadap masyarakat dalam menerapkan tata kelola zakat yang maksimal.
Maka dengan hadirnya RTA lewat kajian-kajian milenial yang diadakan kiranya dapat tersentuh semua kalangan, baik masyarakat biasa maupun pemerintah kota dalam mengupayakan menstabilkan ekonomi orang miskin.
RTA sangat berharap dengan adanya kajian semacam ini, dapat memuncaknya pendapat zakat dimasa yang akan datang dan zakat bisa menjadi sumber utama bagi masyarakat dalam bidang ekonomi sehingga problem kemiskinan masyarakat dapat teratasi.
Terakhir, Milenial mesti memiliki rasa kepedulian terhadap masyarakat yang miskin dengan mengupayakan berbagai cara demi terbentuknya kesejahteraan. Milenial masih memiliki potensi kuat yang dapat diandalkan untuk menciptakan suatu perubahan. Perubahan yang dimaksud yaitu berusaha untuk meningkatnya kualitas zakat dan menumbuhkan ekonomi ummat. Semoga dengan adanya peran anak muda, zakat bisa tumbuh dan subur di setiap lini kehidupan masyarakat sehingga orang miskin dapat merasakan hidup dengan makmur dan teratur.
Oleh: Syarwan (Mahasantri Ma’had Aly Babussalam Al-Hanafiyyah Matangkuli Aceh Utara)