Shalat merupakan ibadah yang hukumnya fardhu ‘ain bagi setiap orang mukallaf. Dalam ilmu fiqih, shalat memiliki dua makna: doa menurut makna bahasa, serta pekerjaan yang didahului dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam menurut makna syara’.

Shalat juga merupakan rukun Islam kedua setelah dua kalimat syahadat dan merupakan ibadah pertama yang akan dihisab kelak di hari kiamat. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda:

فَقَدْ جَاءَ رَجُلٌ يَسْأَلُ النَّبِي صل الله عليه وسلم عَنْ أَفْضَلِ الأَعْمَالِ فَقَالَ لَهُ: (الصَّلاةُ) قَالَ: ثُمَّ مَهْ؟ قَالَ: (ثُمَّ الصَّلاةُ) قَالَ: ثُمَّ مَهْ؟ قَالَ: (الصَّلاةُ) ثَلاَثَ مَرَّاتٍ. (رواه ابن حبان:257)

Artinya: “Seseorang datang menanyakan kepada Nabi tentang amal terbaik. Nabi menjawab, ‘Shalat.’ Orang itu bertanya lagi, ‘Kemudian apa?’ Nabi menjawab, ‘Shalat.’ Orang itu bertanya lagi, ‘Kemudian apa?’ Nabi kembali menjawab, ‘Shalat,’ sebanyak tiga kali.”

Shalat mulai diwajibkan ketika peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Berdasarkan hadits:

فَرَضَ اللهُ عَلَى أُمَّتِي لَيْلَةَ الاِسْرَاءِ خَمْسِيْنَ صَلاَةً فَلَمْ أَزَلْ أُراَجِعُهُ وَ اَسْأَلُهُ أَلتَّخْفِيْفَ حَتَّى جَعَلَهَا خَمْسًا فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ

Artinya: “Allah mewajibkan 50 rakaat shalat bagi umatku pada malam Isra’, kemudian aku (Nabi) kembali kepada Allah dan memohon keringanan. Allah kemudian menjadikan shalat (yang awalnya 50 rakaat) menjadi 5 rakaat dalam sehari semalam.” (Kitab Al-Iqna’ Fi Halli alfaadz Abi Syuja’, juz 1, halaman 91).

Dalam pelaksanaan ibadah shalat, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan agar shalat menjadi sah, seperti syarat sah shalat, rukun-rukun shalat, serta hal-hal yang dapat membatalkan shalat. Namun, bagaimana dengan tatacara shalat ketika imam membaca Surah Al-A’la?

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah mengajarkan pada para sahabat tentang bagaimana tatacara melaksanakan shalat. Sebagai umat Nabi Muhammad yang hidup jauh dari zamannya, kita dapat mengetahui tatacara shalat yang diajarkan beliau dengan mengikuti para ulama dan salafus shalih.

Menambah rukun dalam shalat termasuk perkara yang dapat membatalkan shalat, baik rukun qouli (rukun dalam ucapan) ataupun rukun fi’li (rukun dalam perbuatan). Namun, apakah membaca ‘alaihimassalam setelah imam membaca akhir surah Al-A’la juga termasuk dari perkara yang membatalkan shalat?

Dalam kitab Qurratul ‘Iin Bifatawa Ismail Az-Zain, halaman 184:

وَقَدْ ذَكَرَ أَلفُقَهَاءُ أَنَّ ذَلِكَ لاَ يَضُرُّ اِذَ قَصَدَ بِهِ الدُّعَاءَ فَهُوَ جُمْلَةٌ دُعَاءِيَّةٌ وَالصَّلاةُ لاَتَبْطُلُ بِاالدُّعَاءِ وَحَتَّى لَوْ لَمْ يَقْصُدْ الدُّعَاءَ بَلْ أَطْلَقُوْا فَلاَ يَضُرُّذَالِكَ أَيْضًا لِأَنَّهُ لَيْسَ خِطَابًا لِلْأَدَمِيِّيْنَ.

Bahwasannya para fuqaha’ berpendapat bahwa ketika menjawab ‘Alaihissalam’ dengan tujuan doa, maka hal itu diperbolehkan dan tidak membatalkan shalat. Bahkan apabila dia menjawab tanpa niat doa, hanya sekedar menjawab saja, maka hal tersebut juga tidak membatalkan shalat karena dianggap bukan termasuk perkataan yang layak digunakan untuk berbicara dengan manusia.

Sekalipun diperbolehkan dengan ketentuan di atas, terdapat dua pendapat mengenai kesunnahan menjawab ‘alaihimassalam’ ketika mendengar ayat yang terdapat nama Nabi di dalamnya. Pendapat pertama yang terdapat dalam kitab I’anatuth Thalibin, juz 1, halaman 142:

فَلَوْ قَرَأَ المُصَلِّي آيَةً اَوْ سَمِعَ آيَةً فِيْهَا اسْمُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ تُنْدَبْ الصَّلاَةُ عَلَيْهِ كَمَا أَفْتَى بِهِ أَلنَّوَوِيُّ.

Artinya: “Jika seseorang yang shalat membaca ayat atau mendengar ayat yang di dalamnya terdapat nama Nabi Muhammad SAW, maka tidak disunnahkan membaca shalawat atas beliau, sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Imam Nawawi.”

Namun, pendapat lain mengatakan bahwa menjawab ‘alaihimassalam‘ disunnahkan, menurut pendapat yang lebih dekat, seperti yang disebutkan dalam kitab Al-‘Ubab. Dijelaskan dalam kitab Istmidul Ainain sebagai berikut:

مَتَى ذُكِرَ نَبِيُّنَا أَوْ غَيْرُهُ مِنَ اَلْأَنْبِيَاءِ فِيْ آيَةِ سُنَّ الصَّلَاةُ عَلَيْهِ فِيْ الَأقْرَبِ كَمَا فِيْ الْعُبَابِ.

Artinya: “Ketika nama Nabi kita atau nabi lainnya disebut dalam sebuah ayat, maka disunnahkan membaca shalawat atasnya, menurut pendapat yang lebih dekat, seperti yang disebutkan dalam kitab Al-‘Ubab.”

Wallahu A’lam.

Amania Riskiyani Rohman (Mahasantri Ma’had ‘Aly semester 1).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Chat
1
Assalamualaikum, ada yang bisa kami bantu ?