Pernikahan merupakan sebuah ikatan yang menyatukan dua insan (laki-laki dan perempuan) untuk selalu hidup bersama dan saling menjaga. Oleh karena itu, tidaklah cukup bagi seseorang yang hendak melakukan sebuah pernikahan hanya bermodal cinta saja. Namun perlu sebuah persiapan yang matang baik dari segi materi maupun mental.
Karena ketika kita lihat lingkungan sekitar, betapa banyak mereka yang menikah hanya bermodal cinta namun tidak diikuti dengan sebuah persiapan, yang pada akhirnya berujung pada sebuah perpisahan atau perceraian.
Padahal perceraian sangatlah dibenci oleh Allah SWT. Toh, sekalipun itu perkara yang diperbolehkan dalam agama. Di sinilah rasanya sangat penting sekali mengetahui kewajiban-kewajiban yang harus diemban oleh mereka yang hendak melaksanakan sebuah pernikahan. Baik itu dari pihak suami maupun istri. Sebab ketika hal tersebut tidak diketahui maka akan dikhawatirkan terjadinya sebuah perceraian. Naudzu billah.
Kewajiban Bagi Suami
Perihal kewajiban dari pihak suami, dalam kitab Sullam at-Taufiq dijelaskan bahwa:
ويجب علي الزوح نفقة الزوحة ومهرها
Artinya: Wajib bagi seorang suami atas istrinya untuk memberikan nafkah dan juga mahar atau maskawin.
Suami merupakan pemimpin dalam sebuah bahtera keluarga. Keluarga yang sejahtera tentu bermula dari seorang pemimpin yang hebat. Ia mampu bertanggung jawab atas kewajiban-kewajiban yang harus ia penuhi terhadap anggotanya, entah itu pada anak maupun istri. Oleh kerena itu, di sini kami paparkan beberapa kewajiban-kewajiban seorang suami yang tertera dalam kitab Sullam at-Taufiq. Di antaranya yaitu:
- Mahar
Sebelum seorang laki-laki itu menikah kepada seorang perempuan, terdapat kewajiban yang harus ia penuhi sebelum melaksanakan sebuah akad, yaitu harus membayar mahar kepada istrinya. Mahar adalah segala sesuatu, baik itu bersifat harta benda maupun tidak dari pihak suami yang diberikan kepada pihak perempuan atau calon istrinya karena sebuah pernikahan.
Pemberian mahar tersebut merupakan ketentuan Allah SWT. yang ditetapkan untuk seorang laki-laki atau calon suami. Keteran ini ada di dalam Q.S. An-Nisa ayat 4 :
وَ اٰتُوا النِّسَآءَ صَدُقٰتِهِنَّ نِحْلَةًؕ-فَاِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَیْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوْهُ هَنِیْٓــٴًـا مَّرِیْٓــٴًـا
Artinya: “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya”.
Dalam masalah mahar dianjurkan bagi seorang perempuan untuk tidak menyusahkan calon suami. Nabi SAW. pernah bersabda, “Sebaik-baik perempuan ialah yang paling mudah maharnya.”
Ingat disana lafadznya ialah mudah bukan murah. Artinya seorang suami tersebut mampu untuk melaksanakannya. Kategori dari mahar yang mudah tersebut dalam kitab fikih biasa disebut dengan mahar misli, yaitu mahar yang berlaku sesuai dengan kebiasaan masyarakat setempat
- Nafkah
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa seorang suami adalah pemimpin keluaraga. Karena itulah, seorang suami mempunyai tanggung jawab besar bagi keluarganya, baik itu berupa dzohir maupun batin. Kewajiban tersebut kita sering disebut dengan nafkah.
Nafkah dzohir disini merupakan sebuah pemberian yang bersifat materi yang diberikan kepada istri ataupun seorang anak. Seperti tempat tinggal, biaya ekonomi, keperluan seorang istri dan anak dll.
Sedangkan nafkah batin yaitu pemberian kasih sayang, perlindungan serta perhatian seorang suami kepada istri atau anaknya, seperti menggauli istrinya dengan baik, sadar akan pendidikan anak-anaknya dll. Kewajiban ini telah tertera dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 233
وَ الْوَالِدٰتُ یُرْضِعْنَ اَوْلَادَهُنَّ حَوْلَیْنِ كَامِلَیْنِ لِمَنْ اَرَادَ اَنْ یُّتِمَّ الرَّضَاعَةَؕ-وَ عَلَى الْمَوْلُوْدِ لَهٗ رِزْقُهُنَّ وَ كِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِؕ-لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ اِلَّا وُسْعَهَا
Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.”
Kewajiban Bagi Istri
Selain seorang istri itu mendapatkan hak dari suaminya, tentu di sana juga ada sebuah kewajiban terhadap suaminya. Karena sebuah kewajiban dan hak itu adalah sebuah timbal balik yang tidak bisa dipisahkan. Tidak hanya kepada seorang suami, istri juga mempunyai kewajiban kepada anak-anaknya.
Sebab seorang ibu itu adalah madrasatul ula (madrasah pertama) bagi seorang anak. Dalam masalah merawat seorang anak, sebenarnya itu merupakan kewajiban bagi orang tua, tidak terkhusus pada seorang ibu saja namun juga seorang ayah. Namun dalam pembahasan ini kami memfokuskan kepada kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi seorang istri kepada suaminya. Dalam kitab Sullam at-Taufiq dijelaskan :
وَيَجِبُ عَلَى الزَّوْجَةِ طَاعَتُهُ فِيْ نَفْسِهَا اِلَّا مَا لَا يَحِلُّ وَاَنْ لَا تَصُمَ وَلَا تَخْرُجَ مِنْ بَيْتِهِ اِلَّا بِاِذْنِهِ
Artinya: Wajib taat bagi seorang istri itu kepada suaminya, kecuali dalam perkara yang haram. Dan wajib bagi seorang istri untuk meminta izin kepada suaminya jika hendak berpuasa dan juga keluar rumah.
- Taat kepada suami
Taat kepada suami merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang istri. Bahkan perintah ketaatannya itu lebih besar dari taatnya istri kepada orang tuanya. Sebab surga bagi seorang istri berada di suaminya jika sudah menikah.
Oleh karena itu Jumhur Ulama menegaskan bahwa ketaatan saorang istri kepada suaminya haruslah lebih besar dari ketaatannya kepada orang tuanya selagi peritah seorang suami itu baik.
Bahkan juga salah satu contoh nya yaitu ketika seorang istri hendak keluar rumah, untuk menjenguk orang tuanya maka wajib baginya terlebih dahulu minta izin kepada suaminya. Allah juga telah menegaskan dalam firmannya Q.S An-Nisa ayat 34.
اَلرِّجَالُ قَوّٰمُوْنَ عَلَى النِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّ بِمَاۤ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْؕ-فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَیْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُؕ-وَ الّٰتِیْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَ اهْجُرُوْهُنَّ فِی الْمَضَاجِعِ وَ اضْرِبُوْهُنَّۚ-فَاِنْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَیْهِنَّ سَبِیْلًاؕ-اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِیًّا كَبِیْرًا
Artinya : Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang salehah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.
- Minta izin kepada suami
Dalam sebuah pernikahan izin dan restu seorang suami sangatlah penting. Selain menjadi pemimpin sebuah keluarga, suami juga merupakan sebuah kunci surga bagi seorang istri. Kerena itu, izin dan ridhonya sangatlah dibutuhkan. Seperti hendak berpuasa sunnah, atau berpergian.
Sebab ketika seorang istri berpuasa atau berpergian tanpa sepengetahuan suaminya, dikhawatirkan ketika itu sang suami lagi butuh kepada istrinya, sehingga di sanalah pentingnya ridho seorang suami kepada istrinya.
Nah, itulah penjelasan umum tentang kewajiban-kewajiban bagi suami istri. Tulisan ini hanyalah menjelaskan secara umum saja, juga merupakan sebuah catatan kecil pada pengajian Sullam at-Taufiq.
Sebenarnya basih banyak lagi kewajiban-kewajiban bagi suami-istri, namun pada intinya adalah saling mengerti, saling menyayangi, saling mengasihi dan saling memaafkan merupakan kunci kebahagian sebuah keluarga. Sehingga istilah sakinah mawaddah wa rahmah terjalin di antara mereka.
Wallahua’lam bis showab. Semoga bermanfaat.
Penulis : Irvan Alfaridi (Mahasantri Semester 2 Ma’had Aly Nurul Jadid)
Paiton, 01-04-2023