Di malam ke enam ramadhan ini, pembahasan yang kami kaji dalam kitab Sulam at-Taufiq yaitu, mencakup tiga fasal. Tiga fasal tersebut adalah tentang sholat berjaamah, larangan mendahului imam dan kaifiyah atau tata cara sholat jenazah.
Sama seperti malam-malam sebelumnya, kitab sulam yang kami pelajari diampu oleh guru kami, yakni K. Barizi Muhdor. Serta sistem pelajaran yang digunakan adalah sistem bandongan (di mana seorang guru membacakan per makna dan menjelaskan, kemudian seorang murid mendengarkan dan mencatat).
Dalam pengajian tersebut, tidak lupa beliau selipkan humor agar kami tidak mengantuk. Beliau sering ketika menjelaskan kalimat yang sudah dimaknai dengan menjeda lalu bertanya agar sebelum melanjutkan pembahasan. Hal itu membuat kami tidak bosan untuk terus mendengarkan penjelasan dari beliau.
Semisal, beliau berkata, “malam ini kita akan mempelajari hukum sholat berjamah. Bagi orang laki-laki merdeka, baligh, berakal, dan bermukim hukumnya ialah fardu ?”
“kifayahhhhh………”jawab kami serentak.
Dalam pembahasan tiga fasal di malam itu, di sini kami bisa sedikit mencatat hal yang penting menurut kami. Pertama, di fasal sholat berjamaah hukumnya ialah fardu kifayah bagi orang laki-laki yang Islam, merdeka, baligh, berakal dan bermukim.
Namun andaikan sholat berjamah tersebut merupakan shloat jum’at, maka jelas hukumnya ialah wajib. Selain itu, syarat lain mendirikan sholat jum’at adalahharus berjumlah 40 laki-laki dengan sifat-sifat yang telah disebutkan.
Kemudian fasal selanjutnya mengenai larangan bagi seorang makmum dalam mendahuli imam. Hukum sholat seorang makmum yang mendahului imam sebanyak dua rukun ialah batal.
Kiai Barizi mencontohkan, “semisal ada dua orang yang berjamaah. Nah, ketika di rakaat kedua, sang imam masih berdiri namun ternyata si makmum malah sudah sujud. Ini bukan sholat namanya, tapi ngajak berantem …”
“wkwkkwkwkwkwkkw….” kami ketawa ketika mendengar humornya beliau.
Dalam fasal tersebut juga, K. Barizi menjelaskan tiga hukum jika sesorang makmum itu bersamaan dengan seorang imam. Pertama, hukumnya ialah batal jika bersamaan dalam masalah takbiratul ihram. Kedua, sunnah jika bersamaan dalam membaca aamiin ketika selesai al-fatihah, dan Ketiga, hukumnya makruh jika bersamaan selain di dua tempat tersebut.
Pembahasan terakhir adalah fasal tentang sholat jenazah. Dalam fasal tersebut dijelaskan bahwa hukum mensholati jenazah ialah fardu kifayah. Begitupula dengan memandikan, mengkafani serta menguburkannya jika jenazahnya itu ialah orang Islam. Namun ketika jenazahnya itu orang kafir, maka mengkafani dan mengkuburkan itu hukumnya wajib kifayah.
Beda halnya dengan orang yang mati syahid karena peperangan, maka wajib kifayah hanyalah menguburkannya saja dan untuk kain kafannya cukup dengan baju yang ia pakai ketika berperang.
Dalam kaifiyah atau tata cara sholat jenazah berbeda dengan sholat-sholat fardhu yang lain. Yang membedakannya ialah dalam sholat jenazah hanya cukup melaksanakan empat kali takbir, tanpa rukuk dan sujud.
Ketika menjelaskan bab ini, guru kami memberikan sebuah cerita humor. Beliau bercerita “Ada cerita menarik. Dulu ada orang yang siangnya, ia tampak seperti orang alim karena pakainnya. Namun ketika malam hari, kelakuannya mencuri ayam tetangga. Nah, di suatu hari di desanya, ada orang yang meninggal.
Masyarakat menyuruh orang itu untuk menjadi imam, karena disangka ia adalah orang alim. Namun ketika sudah sholat ternyata orang tersebut malah melakukan rukuk serta sujud. Jjadilah masyarakat heran dan menanyakannya, “kenapa kok ada ruku dan sujudnya”.
Orang itu berkata, “karena yang disholatkan bukanlah orang biasa, namun keluarga. Makanya di isi rukuk dan sujud”.
“hahahhahaha…….” kami tertawa serempak.
Lalu, beliau melanjutkan, “itu adalah cerita orang yang…”
“bodohhh …hahaha,“ jawab kami dengan ketawa.
Wallallahhua’lam bi showab. Semoga bermanfaaat
Penulis : Irvan Alfaridi (Mahasantri Ma’had Aly Nurul Jadid)
Selasa, 28-03-2023