Kitab turast merupakan kitab yang sengaja ditinggalkan oleh para ulama terdahulu untuk menjaga serta melestarikan kajian keislaman. Salah satu kitab turots adalah kitab Sullam Taufiq karangan Syech Abdullah Bin Husain Bin Tohir Ba Alawi Al-Hadhromi Al-Syafi’i (1191-1272 H/-1777 M). Kitab ini merupakan kitab yang di dalamnya membahas tentang tiga pokok keilmuan, diantaranya fikih, akidah / tauhid dan tasawuf.
Kali ini Gus Barizi menyampaikan dalam kitab Sullam Taufiq tentang bersesuci karena ibadah tidak akan diterima kecuali dikerjakan dalam keadaan suci. Bersesuci merupakan hal pokok yang paling penting, namun yang harus kita kuasai dari bersesuci itu sendiri adalah tata cara di mana kita bisa dikatakan suci secara syariat.
Belum bisa dikatan suci bagi orang yang berhadats jika hanya mandi menggunakan sabun dan sebagainya tanpa mengucapkan niat menghilangkan hadats karena syariat mempunyai caranya sendiri.
Gus Barizi menyebutkan dalam kitab Sullam Taufiq di dalam pasal sesuatu yang merusak terhadap wudlu, diantaranya adalah keluarnya sesuatu dari dua lubang (qubul & dubur) selain mani, membasuh ataupun menyentuh lingkaran lubang dubur menggunakan telapak tangan bagian dalam tanpa adanya penghalang sedikitpun, bersentuhnya kulit manusia dengan selain mahram dan hilangnya akal.
Namun hal ini tidak membatalkan bagi orang yang tidur duduk dengan pantat yang memungkinkan rata terhadap tempat duduk. Gus Barizi terhadap menanyakan kepada santri, mengapa mani tidak dapat merusak wudlu? padahal mani sendiri hal yang menjijkan dan juga keluar dari qubul kita ?
Lantas beliau menjawab karena dari mani bisa menciptakan manusia. Manusia yang berpotensi menjadi seorang ulama karena memang kadar qodrat dari mani itu sendiri yang suci. Soal dasar kesucian mani ini adalah hadits yang diriwayat kan oleh Al-Aswad bin Yazid dari Aisyah radhiyallahu anha:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: كُنْتُ أَفْرُكُ الْمَنِيَّ مِنْ ثَوْبِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيُصَلِّي فِيهِ
Dari ‘Aisyah, dia berkata: “Aku mengerik mani dari pakaian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian dia salat dengan pakaian itu.” (HR. Jama’ah, kecuali Imam Bukhari).
Pada hadits di atas, Aisyah mengerik sperma dari pakaian rasul kemudian beliau sholat dengan pakaian tersebut. Ini menunjukkan bahwa sperma tidak najis. Karena jika sperma dihukumi najis maka cara menyucikannya tidak dengan mengeriknya, melainkan dengan mencucinya, sebagaimana darah, madzi dan sebagainya.
Gus Barizi juga menjelaskan, sebelum kita bersesuci kita juga harus tahu apa apa yang menjadi syarat sahnya orang bersesuci. Diantaranya adalah islam, tamyiz (bisa membedakan yang baik dan buruk, red) dan tidak adanya penghalang sampainya air ke anggota tubuh yang fardhu untuk dibasuh, dan tentunya juga dengan air yang suci menyucikan.
Namun juga ada beberapa hal yang diharamkan oleh syariat yang tertulis dalam kitab sullam. Ketika tidak mempunyai wudlu, kita dilarang melaksanakan sholat, tawaf, membawa mushaf serta menyentuh mushaf, terkecuali bagi anak kecil yang mempunyai tujuan belajar. Karena ketika syariat membebani mereka anak kecil dengan perkara suci, mereka akan kesulitan dalam mempelajarinya. Dalam artian, anak tersebut belum dikategorikan dengan golongan tamyiz.
Gus Barizi juga menjelaskan, diperbolehkan bagi kita menyentuh mushaf al-Qur’an tersebut meski dalam keadaan tidak berwudu, kecuali dalam keadaan darurat seperti terpaksa menyentuh al-Qur’an dikarenakan saat itu akan dikencingi oleh binatang (kucing).
Catatan Ngaji Sullam at-Taufiq, Sabtu, 25 Maret 2023.
*Penulis : Moh. Nur Faqih (Mahassantri Semester 2 Ma’had Aly Nurul Jadid)