Hari pertama pengajian Muhtar al-Ahadist yang diampu oleh Kiai Fayadl. Kitab Muhtar al-Ahadis adalah kitab hadis karangan Sayyid Ahmad al-Hasimi ditulis secara sistematis menurut urutan huruf hijaiyah. Kitab ini juga merupakan kumpulan hadis pilihan dari enam kitab hadis, yaitu Sohih Bukhori, Sohih Muslim, Sunan Ibn Majah, Sunan at-Tirmizi, Sunan an-Nasai, Sunan Abu Dawud.
Di hadis pertama yang diriwayatkan dari Ahmad dari sahabat Anas r.a. berbunyi:
آَتِي بَابَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَأَسْتَفْتِحُ فَيَقُوْلُ الْخِازِنُ : مَنْ اَنْتَ ؟ فَأَقُوْلُ:مُحَمَّدٌ فَيَقُوْلُ:بِكَ أُمِرْتُ اَلَّا أَفْتَحَ لِأَحَدِ قَبْلَكَ
Artinya: “Saya mendatangi pintu surga di hari Qiamat, kemudian aku membukanya, kemudian penjaga pintu berkata ‘siapa kamu?’ kemudian aku menjawab ‘Muhammad’ kemudian dia berkata: ‘sebabmu aku diperintah untuk tidak membuka (pintu surga) untuk seorang sebelummu.”
Hadis ini menunjukan tentang keistimewaan Nabi Muhammad SAW. Di sana disebutkan bahawa orang yang akan pertama masuk surga adalah Nabi Muhammad SAW. Sebagai umat beliau kita patut bersyukur, karena di hadis lain juga dikatakan bahwasanya Nabi Muhammad SAW tidak akan masuk ke dalam surga sebelum semua umatnya masuk ke dalam surga, karena nabi sendiri yang menjamin kita untuk masuk surga bersama beliau, sebelum umat nabi yang lain.
Hadis yang kedua yaitu merupakan hadis mutawatir (diriwayatkan oleh banyak orang) yang berbunyi:
إِئْتِ الْمَعْرُوْفَ وَاجْتِنِبِ الْمُنْكَرَ وَانْظُرْ مَا يَعْجِبُ أُذُنَكَ أَنْ يَقُوْلَ لَكَ الْقُوْمُ إِذَا قُمْتَ مِنْ عِنْدِهِمْ فَأْتِهِ وَانْظُرِ الَّذِىْ تَكْرَهُ أَنْ يَقُوْلَ إِذَا قُمْتَ مِنْ عِنْدِهِمْ فَاجْتَنِبْهُ
Artinya: “lakukanlah kebaikan dan jauhilah kemungkaran (keburukan), dan lihatlah apa yang membuatmu senang terhadap kaum yang mereka katakan. Apabila engkau berdiri dari sisi mereka, maka lakukanlah hal tersebut. Dengarkanlah orang yang tidak kamu sukai sampai ada kaum yang mengatakannya. Apa bila engkau berdiri dari sisi mereka, maka hindarilah.
Dari hadis ini, bisa kita pahami bahwasanya kita diperintah untuk melakukan kebaikan dan menghindari kemungkaran. Kita juga diperintah untuk melihat apa yang kita senangi, yang mana kesenangan kita juga dibicarakan baik di belakang kita oleh orang-orang, maka lakukanlah hal tersebut. Kita juga diperintah untuk melihat sesuatu yang tidak kita senangi yang mana hal tersebut juga dibicarakan tidak baik di belakang. Bila terjadi hal demikian, maka jauhilah hal tersebut.
Di hadis ini juga bisa kita pahami bahwasanya apa-apa yang di bicarakan orang-orang di belakang kita, itu akan lebih benar dari pada apa yang mereka bicarakan di depan kita, karena apa yang mereka bicarakan di depan kita bisa jadi dibuat-buat atau dilebih-lebihkan.
Dua hadis berikutnya menjelaskan tentang penyakit, yaitu penyakit ilmu dan penyakitnya agama. Penyakit ilmu itu ada dua, yakni lupa dan menyia-nyiakan ilmu dengan membahasnya pada orang yang bukan ahlinya. Keterangan ini diriwayatkan dari Daylami diriwayatkan dari sahabat Ibnu Abbas r.a. yang berbunyi:
آفَةُ الْعِلْمِ اَلنِّسْيَانُ وَإِضَاعَتُهُ أَنْ تُحَدِّثَ بِهِ غَيْرَ اَهْلِهِ
Artinya: “Penyakit ilmu adalah lupa dan menyia-nyiakanya dengan membicarakannya kepada orang yang tidak ahli.”
Bisa kita pahami dari hadis di sini bahwasanya ada dua penyakit ilmu, yaitu lupa dan menyia-yiakan ilmu dengan membahasnya kepada orang yang bukan ahlinya. Menyikapi hal ini, kita sebagai tholibul ilmi (pencari ilmu) hendaknya hati-hati dengan apa yang telah kita pelajari dengan cara mencatatnya.
Hal ini juga diterangkan di dalam hadis nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Barr di dalam Jami Bayanil Ilmi wa Fadhilihi bahwasanya Nabi Muhammad SAW bersabda:
قَيِّدُوْا الْعِلْمَ بِالْكِتَابِ
Artinya: “Ikatlah ilmu dengan tulisan.”
Dari hadist ini sangat jelas bahwa nabi memerintahkan kita untuk mengikat ilmu dengan tulisan. Karena ilmu sendiri oleh ulama diumpamakan seperti binatang buruan dan tulisan ibarat talinya. Oleh karena itu, Abdullah bin Amr r.a. diutamakan oleh sahabat Abu Hurairah r.a. karena Abdullah bin Amr menulis hadis sedangkan Abu Hurairah tidak menulis.
Penyakit yang kedua, yaitu penyakit agama. Diriwayatkan dari ad-Dawlami dari Ibn Abbas nabi bersabda:
آفَةُ الدِّيْنِ ثَلَاثَةٌ فَقِيْهٌ فَاجِرٌ وَإِمَامٌ جَائِرٌ وَمُجْتَهِدٌ جَاهِلٌ
Artinya: “Penyakit agama ada tiga, orang faqih (paham agama) yang gemar berbuat dosa, pemimpin yang tidak adil, dan orang ahli ibadah yang bodoh.”
Dari hadis ini sangat jelas bahwasanya penyakit agama pertama, yaitu orang yang paham agama tapi dia gemar melakukan dosa. Karena ketika melakukan maksiat, dia dalam keadaan tahu dengan dosanya.
Penyakit agama kedua, yaitu pemimpin yang tidak adil. Hal ini sudah banyak terjadi di zaman sekarang. Penyakit agama ketiga, yaitu ahli ibadah yang bodoh. Karena amalnya tidak akan diterima sebagai mana dijelaskan di dalam kitab Zubad karangan Ibnu Ruslan, “setiap orang yang beramal tanpa tahu ilmunya, maka amalnya ditolak, tidak diterima.”
*Penulis : Nuzfil Aqil al-Muniri (Mahasantri Semester Dua Ma’had Aly Nurul Jadid)