Pada pertemuan ke lima, Kiai Muhammad al-Fayyadl menerangkan bahwa Mbah Maimone Zubair selaku pengarang kitab menyatakan masa sekarang ini adalah permulaan di dalam keguguran dan kemerosotan (dekadensi). Masa kemerosotan ini tampak dengan adanya kolonialisme, baik datangnya dari kalangan arab maupun non arab (ajamy).

Menurut Kiai Fayyadl, penjajahan (kolonial) merupakan faktor penyebab kemunduran Islam karena banyak energi dan sumber daya yang dihabiskan untuk berperang, bukan untuk perkembangan ilmu pengetahuan.

Meskipun banyak energi yang dihabiskan untuk berperang, dakwah penyebaran Islam dan pengetahuan -meski sangat mendasar- tetap dilakukan oleh para ulama meski tidak terang-terangan. Bila kita tilik dalam sejarah, para ulama kita tetap melakukan pergerakan bawah tanah dalam berdakwah dan melakukan taktik perang  gerilya ketika berjihad (berperang).

Kiai Fayyadl, mengistilahkannyab sebagai da’wah dengan metode  “kapal selam”. Kalau tidak bisa berdakwah diatas permukaan dan secara tampak, apa boleh buat ? harus tetap bergerak di bawah permukaan. memang tidak tampak, tapi tetap ada gerakan secara diam-diam dan sembunyi-sembunyi.

Pada pertemuan itu pula, Mbah Moen juga menyebutkan beberapa nama yang dianggap oleh beliau sebagai mujaddid pada zamannya. Untuk pertemuan part. 5 inib, pembahasan di dalam kitab sudah sampai di abad ke 11. Akan tetapi penulis akan menulisnya sejak abad pertama secara ringkas.

Penjelasan nama-nama mujaddid itu sudah dibahas pada halaman sebelumnya,  saya juga sudah mengulasnya pada tulisan part. 2 yang berjudul, “Refleksi Tajdid di Era Sahabat dan Tabi’in,”.

Jadi, apabila diurutkan sesuai dengan periode/masa hidup mujaddid sebagaimana dalam kitab al-Ulama al-Mujaddidun adalah sebagaimana berikut :

  1. Abad pertama adalah para sahabat.
  2. Abad ke dua adalah para tabi’in, muncullah nama seperti Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal dll.
  3. Abad ke tiga misalnya adalah Imam al-Asy’ari dan Imam al-Maturidi
  4. Abad ke empat muncul nama seperti Imam Abi Bakar al-Baqilani al-Maliki
  5. Abad ke lima ada Imam al-Ghazali
  6. Abad ke enam ada Imam ar-Rofi’i dan Imam an-Nawawi
  7. Abad ke tujuh ada Imam Ibnu Daqiq al-‘Id
  8. Abad ke delapan ada Imam Jalaluddin al-Bulqini
  9. Abad ke sembilan ada Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Imam Jalaluddin as-Suyuthi
  10. Abad ke sepuluh ada Imam Ali asy-Syibromulaisy, Imam Ibnu Hajar al-Haitamy. Ibnu Hajar al-Haitamy ini memiliki murid yang bernama Syaikh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibary (pengarang kitab fathul mu’in).
  11. Abad ke sebelas adalah Imam Ja’far al-Barzanji pengarang kitab maulid an-nabawi, Syaikh Abdul Qodir al-Jailani, al-Habib Abdulah al-Haddad.
  12. Abad ke dua belas ada Syekh Imam al-Murtadho pengarang syarah kitab ihya’ ulumuddin, yaitu kitab Ithafu Sadatil Muttaqin. Dan, paling awalnya ulama jawa yang berguru kepadanya adalah Kiai Abdul Mannan Hanan (kakek dari Syekh Mahmud Termas) ketika menetap di Mekah. Lalu Kiai Abdul Mannan meriwayatkan kitab itu. Diteruskan oleh Kiai Mahfudz Termas, Kiai Faqih Maskumambang, lalu Kiai Zubair dahlan hingga kepada Mbah Maimone Zubair.
  13. Abad ke tiga belas, muncul juga nama seperti Sayyid Ahmad al-Marzuqi pengarang kitab nadzam aqidatul awam. Kitab aqidatul awam merupakan kitab yang berisi kumpulan nadzam berisi akidah atau tauhid seorang muslim. Konon katanya, bait-bait dalam kitab ini didektekan oleh Nabi Muhamad SAW. Kiai Fayyadl sendiri heran mengapa Mbah Moen sampai menyebut Sayyid Ahmad al-Marzuqi sebagai mujaddid. Pada masa ini pula, ada pula nama seperti Syaikh Ahmad Zaini Dahlan, Sayyid Abi Bakar Syatha (pengarang kitab I’anatut Thalibin) dan selain ke dua nama tersebut dari nama-nama ulama di Mekah. Mujaddid pada abad ini Mbah Moen lebih intens menyebut nama-nama ulama’ Mekah, Kiai Fayyadl memberikan catatan kritis. Catatan tersebut adalah Moen tidak meneropong pada ulama-ulama di selain Mekah, seperti di Maroko, India dll. Gus Fayyadl memberikan salah satu tokoh di dunia tasawuf yang pengaruhnya sangat besar sekali, yakni Jalaluddin Ar-Rumi.
  1. Sedangkan ulama mujaddid pada masa sekarang ini (abad ke empat belas), Mbah Maimoen Zubair berharap kepada Allah supaya terdapat hambanya yang menjadi mujaddid. Meskipun begitu, sudah terdapat nama-nama yang bisa dikategorikan sebagai mujaddid. Diantaranya adalah Sayyid Zein bin Smith yang bermukim di Madinah, all-Allamah Farfur al-Mishriy, al-Allamah Hisamud Din ad-Dimasyqi dan saudaranya yang bernama al-Allamah Abdul Lathif yang ke duanya merupakan putra Sayyid Sholeh Farfur. Sebagaian juga ada yang sudah wafat, yakni Abu al-Fayd Syekh Yasin bin Isa al-Fadani dan Sayyid Muhmmad Alwi al-Maliki. Dua nama ulama terakhir merupakan pegangan Mbah Moen dalam meriwayatkan hadits dan kitab-kitab agama, baik secara matan dan riwayat.

Malam itu, Gus Fayyadl juga membawa kitab ad-Da’watu at-Tammah karya Sayyid Alwi al-Haddad yang juga menyinggung soal tajdid. Pada kitab tersebut dijelaskan bahwa tajdid (pembaharuan dalam agama) tidak hanya dilakukan oleh individu tertentu, akan tetapi bisa dilakukan secara berjama’ah. Sehingga ketika dikumpulkan para ulama mujaddid sebagai fan/bidang keilmuan masing-masing, bisa mengawal gelombang baru. Suatu pembaharuan dalam agama.

*Alfin Haidar Ali, Mahasantri Ma’had Aly Nurul Jadid.

Paiton, 05 April 2022

By Alfin Haidar Ali

Mahasantri Semester Akhir Ma'had Aly Nurul Jadid

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Chat
1
Assalamualaikum, ada yang bisa kami bantu ?