Dalam sebuah kesempatan pengajian kitab Nashoih al-Diniyah, K.H. Moh. Zuhri Zaini menerangkan kriteria sesuatu itu disebut perkara yang baik.
Pertama, menyelamatkan, sekalipun itu tidak enak. Contoh dari kriteria ini adalah orang sakit yang harus periksa ke dokter, kemudian diberi obat untuk diminum dan anjuran dokter untuk meminum jamu. Obat dan jamu pasti rasanya tidak enak. Rasanya pahit dan tidak disukai oleh kebanyakan orang sekalipun mungkin ada yang suka rasa pahit, tapi itu harus diminum untuk kesehatannya.
Kedua, sesuatu dikatakan baik jika bermanfaat. Sesuatu yang tidak ada manfaatnya berarti tidak baik, seperti kita belajar. Diantara manfaat belajar adalah kita bisa mengetahui sesuatu yang tidak kita ketahui, memudahkan kita dalam mengerjakan sesuatu dan menjaga kita dari tipu daya orang lain.
Ketiga, menyenangkan. Setiap seseorang yang berbuat baik pasti merasa senang, contoh orang yang menolong seseorang yang sedang kesusahan akan membuat senang orang yang ditolong, dan yang menolong akan merasa senang dengan perbuatannya, merasa dirinya bermanfaat bagi orang lain.
Semua tahapan ini harus di runtut dari yang nomer satu, yaitu menyelamatkan, karena terkadang ada sesuatu menyenangkan tapi tidak menyelamatkan, seperti makan terlalu banyak ketika berbuka puasa, akibatnya membuat sakit perut karena lebih dari kapasitasnya.
Oleh karena itu dalam menentukan kriteria baik harus menyelamatkan terlebih dahulu kemudian manfaat, terakhir menyenangkan.
Cara Mengetahui Sesuatu Itu Baik
Untuk mengetahui sesuatu itu baik, kita bisa menggunakan panca indra yang kita miliki, tapi terkadang panca indra yang kita milki tidak cukup untuk mengetahuinya, harus menggunakan akal.
Akal juga terkadang tidak cukup untuk mengetahuinya, harus menggunakan wahyu, yaitu al-Quran yang telah Allah Swt. turunkan kepada kita melalui Rasul-Nya, yaitu Nabi Muhammad ﷺ sebagai pedoman bagi kita dalam menjalani kehidupan di dunia ini, dipelajari, dipikirkan dan direnungkan akan makna yang terkandung di dalamnya.
Seperti contoh dalam bersesuci, yang lumrah adalah menggunakan air. Jika tidak ada air maka bertayammum menggunakan debu sedangkan debu adalah sesuatu yang kotor. Jika menggunakan akal, debu yang kotor mengapa bisa mensucikan padahal kotor ?
Berarti memang ada sesuatu permasalahan dalam syariat Islam yang tidak bisa dinalar oleh akal kita. Ini juga menunjukkan betapa lemahnya diri kita.
Berbeda-Beda Tapi Tetap Satu
Dalam dunia ini manusia diciptakan dengan berbeda suku, ras, warna kulit untuk saling melengkapi Allah SWT. melarang kita bercerai-berai, saling memusuhi, saling mencaci, karena di dalamnya akan mejauhkan kita dari kebaikan, dan rahmat Allah Yang Maha Pemurah.
Sering menjadi perdebatan bahkan menjadi pertikaian, saling menjatuhkan dalam soal sholat tarawih. Nahdlatul Ulama (NU) melaksanakan salat tarawih dengan 20 rakaat, Muhammadiyah dengan 8 rakaat, di Mekah bahkan menggunakan bilangan 30 rakaat, karena ketidaktahuannya satu orang dengan sebagian orang lain, akhirnya mereka saling menyalahkan. Padahal semuanya tidak ada yang salah, karena semuanya memiliki dalil masing-masing. Yang salah adalah yang menyalahkan.
Oleh karena itu, dengan segala perbedaan yang ada, jangan sampai membuat kita terpecah belah, karena perbedaan itu adalah rahmat dari Allah Yang Maha Kuasa, menjadikan hidup lebih indah dan dengan perbedaan menambah kuatnya hubungan kita dengan yang lainnya.
*Penulis : Kamaruddin Khaliq (Mahasantri Semester Dua Ma’had Aly Nurul Jadid)