Carilah ilmu walau ke negeri Cina, begitulah kata pepatah dan ternyata hal itu sesuai dengan sebuah hadis  dalam kitab Mukhtar al-Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abdul Bar dari sahabat Anas bin Malik:

أطْلُبُوْا الْعِلْمَ وَلَوْ بِالصِّيْنِ فَإِنَّ طَلَبَ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ إِنَّ الْمَلاَئِكَةَ تَضَعُ أَجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ رِضَاءً بِمَا يَطْلُبُ

Artinya : Carilah ilmu walau sampai ke negeri Cina, maka sesungguhnya mencari ilmu ialah wajib bagi setiap muslim. Sesungguhnya para malaikat akan meletakkan (menghamparkan) sayapnya untuk para pencari ilmu, karena ridlo terhadap apa yang ia cari.

Ramadhan pagi kali ini yang ditemani oleh Gus Fayadl, terdapat satu point yang sangat menarik yakni tentang menuntut ilmu bagi pelajar. Lafadz أطْلُبُوْا الْعِلْمَ وَلَوْ بِالصِّيْنِ merupakan hadis dlo’if, namun terdapat hadis berikutnya yang berupa hadis shohih yakni pada lafadz : فَإِنَّ طَلَبَ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ sehingga menjadikan hadis ini hadis shohih.

Dari hadis ini dapat kita pahami, bahwa menuntut ilmu tidak harus ke negeri Arab. Bahkan disebutkan dalam syarahi-nya bahwa sahabat Jabir bin Abdillah rela meninggalkan kotanya hanya untuk mencari satu hadis.

Ke negeri Cina-pun asal niat kita baik dan benar, tentulah ilmu itu akan didapat. Karena kunci yang paling penting bagi para pencari ilmu adalah islah al-niat, yakni niat yang baik. Karena semua amal tergantung pada niatnya.

Terkadang, titik kesalahan dalam mencari ilmu bukan hanya terletak pada niat, tapi juga karena besarnya rasa gengsi. Misal, belajar ke luar negeri supaya dikatakan hebat dan keren. Padahal mencari ilmu dimanapun dan kapanpun bisa, ilmu itu dapat diperoleh asal niat kita benar.

Karena ilmu itu akan diterima oleh pikiran dan akan bersemayam di hati seseorang yang tentunya jika hati orang tersebut dalam keadaan bersih. Salah satu penyebab hati yang bersih ialah baiknya niat.

Dari hadis tersebut disebutkan pula kewajiban mencari ilmu bagi setiap orang muslim. Berdasarkan sebuah hadis yang terdapat dalam kitab mukhtashor ihya’ al-Ulum ad-Din pada bab pertama menyatakan bahwa ilmu itu adalah buah dari keimanan :

الإِيْمَانُ عُرْيَانٌ وَلِبَاسُهُ التَّقْوَى وزِيْنَتُهُ اْلحَيَاءُ و ثَمْرَتُهُ الْعِلْمُ

Artinya : Iman adalah sesuatu yang telanjang, pakaiannya adalah takwa, hiasannya adalah malu dan buahnya adalah ilmu.

Dalam al-Qur’an surat al-Mujadalah ayat 11, Allah menjanjikan kepada seluruh pencari ilmu akan mengangkat derajat seorang pencari ilmu dengan beberapa derajat. Yang tentunya tak luput dari niat yang baik beserta usaha maksimal.

Karena ilmu tidak akan memberikan separuhnya kepada seseorang sampai ia memberikan seluruh tenaga maupun raganya untuk ilmu. Berdasarkan apa yang disampaikan al-imam as-Syafi’i :

 لَاتَرُمْ الْعِلْمَ وَ تَتْرُكَ التَّعَبَ

Artinya : jangan kau menginginkan sebuah ilmu dan meninggalkan jerih payah.

Ilmu tidak akan diperoleh dengan tanpa adanya usaha, kecuali bagi orang-orang yang mendapat kedudukan mulia di sisi-Nya dan orang yang mengamalkan apa yang ia telah ketahui. Karena barangsiapa yang melakukan/mengamalkan apa yang ia ketahui, maka ia akan akan mengetahui apa yang tidak ia ketahui (ilmu ladunni).

Kekhususan pencari ilmu tidak hanya malaikat yang akan meletakkan sayapnya, tapi ikan di laut, binatang buas, hewan ternak, dan juga bintang di langit akan turut mendoakan serta memohonkan ampunan untuk para pencari ilmu. (Mukhtashor Ihya’ al-Ulum al-Din)

Karena ilmu adalah hidupnya hati dari kebutaan, cahaya dari kegelapan, dan kuatnya badan dari kelemahan. Disebutkan pula, dengan ilmu seorang hamba akan mencapai tingkatan al-Abror dan derajat yang mulia.

Penulis : Safilatul Khoirot (Mahasantri Ma’had Aly Nurul Jadid)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Chat
1
Assalamualaikum, ada yang bisa kami bantu ?