Islam termasuk agama yang memuliakan perempuan. Agama islam sudah mengatur segala hal yang berkaitan dengan perempuan dari  hak-hak, kewajiban, dan hukumnya. Bahkan di dalam al-quran terdapat surat an-nisa’ yang banyak menjelaskan berbagai macam hal yang berkaitan dengan perempuan.  Salah satunya seperti bunyi ayat di dalam Qs.An-nisa’ ayat 1 :

يااَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيْرًا وَّنِسَاۤءً ۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِه وَالْاَرْحَامَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

Artinya : Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.

Salah satu ajaran syariat yang menunjukkan kemuliaan bagi perempuan adalah konsep hukum kafa’ah (kesetaraan). Kafaah bisa dipahami sebagai kesetaraan antara suami dan isteri. Konsep kafa’ah di dalam perkawinan merupakan faktor yang menjunjung tinggi keadilan perempuan untuk menghindari kegagalan di dalam menjalani  rumah tangga. Para ulama fiqih banyak menyinggung tentang tujuan di syariatkannya kafa’ah.

Salah satunya Seperti keterangan yang dibahas oleh Syaikh Abu Bakar Syato di dalam kitabnya I’anathu Thalibin :

الكفاءة المعتبرة في النكاح لدفع العار و الضرر

Artinya : kafa’ah diperhitungkan di dalam pernikahan karena untuk menolak kecacatan dan bahaya.

Disana dijelaskan bahwa tujuan diperhitungkannya kafa’ah di dalam pernikahan adalah untuk mencegah terjadinya bahaya dan kecacatan hubungan di dalam rumah tangga. Dalam syariat islam, kafa’ah merupakan sesuatu yang diperhitungkan di dalam pernikahan. Namun tidak termasuk dari syarat sahnya nikah. Kafa’ah merupakan hak yang di miliki oleh perempuan dan walinya.

Seperti keterangan yang terdapat di dalam kitab Fathul Mu’in karangan Syaikh Zainuddin Bin abdul Aziz Al-Malibari :

وهي معتبر في النكاح لا لصحتها بل لانه حق للمرأة و الولي

Artinya : kafa’ah merupakan sesuatu yang diperhitungkan di dalam pernikahan, bukan untuk kesahan nikah. Akan tetapi karena kafaah merupakan hak bagi seoarang perempuan dan walinya.

Namun keterangan tersebut tidak sampai meniadakan bahwa kafa’ah terkadang menjadi syarat di dalam kesahan nikah. Seperti contoh di dalam kasus permasalahan wali yang menikahkan anak perempuannya yang masih perawan secara paksa. Maka di dalam kasus demikian kafa’ah menjadi syarat kesahan nikah. Seperti keterangan yang ada di dalam kitab Fathul Mu’in :

فان زوجها المجبر اي الاب او الجد لغير كفء لم يصح النكاح

Artinya : maka jika wali mujbir (wali yang boleh memaksa anak perempunya untuk menikah) yaitu bapak dan kakeknya menikahkan anak perempunnya yang masih perawan dengan laki-laki yang tidak sekufu’(sepadan) , maka pernikahannya tidak sah.

Hal yang menjadi tolak ukur di dalam kafa’ah adalah keadaan calon suami. Apakah calon suami setara dengan calon isterinya atau tidak ?. Hal yang dijadikan perhitungan di dalam kafa’ah terbagi menjadi lima. Diantaranya adalah kemerdekaan, terjaga agamanya, nasab, profesi, dan terbebasnya suami dari aib nikah.

Seperti penjelasan di dalam kitab Nihayatuz Zain karangan Syaikh Nawawi Al-Banteni :

احدها حرية في الزوج وفي الباء و ثنيها عفة عن الفسق فيه وفي الاباء و ثنيها عفة عن الفسق فيه و في ابائه و ثاليثها نسب والعبرة بالاباء كالاسلام ورابعها حرفة فيه او في احد من ابائه وهي ما يتحرف به لطلب الرزق من الصنائع و غيرها و خامسها سلامة للزوج من العيوب المثبتة للخيار

Artinya : pertama yang diperhitungkan di dalam kafaah adalah kemerdekaan suami dan bapaknya. Yang ke dua adalah sifat iffah (terjaga agamanya) dari sifat kefasikan di dalam dirinya dan bapaknya. Yang ke tiga adalah nasab. Yang diperhitungkan yaitu status ayahnya. seperti bapak yang beragama islam. Yang ke empat adalah profesi, merupakan profesi dalam mencari rezeki seperti pekerjaan.  Yang kelima selamatnya suami dari aib-aib pernikahan yang memperbolehkan untuk khiyar.

Di terangkan bahwa yang menjadi perhitungan di dalam kafa’ah terbagi menjadi lima, diantaranya :

  1. Sifat merdeka

Maksudnya sifat merdeka yang dimiliki calon suami dan ayahnya. maka budak laki-laki tidak setara dengan perempuan yang merdeka, atau laki-laki yang ayahnya budak tidak setara dengan perempuan yang ayahnya merdeka.

  1. Sifat iffah

Maksudnya sifat iffah calon suami dan ayahnya. Yang dimaksud dari iffah adalah  terpelihara dari sifat fasik dan bid’ah. Maka laki-laki fasik tidak setara dengan perempuan yang iffah. Juga lak-laki yang ayahnya fasik tidak setara dengan perempuan yang ayahnya memiliki sifat iffah.

  1. Nasab

Maksudnya adalah suami yang memiliki nasab yang baik dari jalur ayah. Berupa keturunan bangsa arab, suku quraisy, bani hasyim dan bani muthallib. Maka laki-laki yang bukan keturunan bangsa arab tidak setara dengan wanita keturunan arab. Laki-laki arab yang bukan keturunan bangsa quraisy tidak setara dengan perempuan bangsa quraisy.

  1. Profesi

Maksudnya profesi yang dimiliki suami dan ayahnya tidak sampai mengurangi muru’ah (kehormatan). Maka laki-laki yang memiliki profesi tukang sapu tidak setara dengan perempuan yang berprofesi sebagai  sebagai tukang jahit.

  1. Selamat dari aib

Maksudnya adalah selamatnya calon suami dari aib-aib di dalam pernikahan yang dapat memperbolekan khiyar (memilih meneruskan atau merusak akad nikah). Seperti gila,impoten, kusta dan selainnya. Maka laki-laki gila tidak serata dengan perempuan yang waras.

Bisa diambil kesimpulan bahwa semua keadaan selain lima perkara yang telah disebutkan di atas tidak menjadi perhitungan di dalam kafa’ah. Semisal laki-laki yang bodoh tetap setara dengan perempuan yang cerdas. Laki-laki yang buruk rupa tetap serata dengan perempuan cantik. Namun perlu diingat kembali, bahwa kafa’ah merupakan hak seorang wanita dan walinya. Dan boleh bagi mereka berdua untuk mengugurkan hak kafa’ahnya. Seperti yang dijelaskan di dalam kitab fathul muin :

فلهما اسقاطها

Artinya : boleh bagi perempuan dan walinya enggugurkan hak kafa’ah.

Semoga artikel sederhana ini bisa bermanfaat, kritik dan saran selalu kami harapkan untuk perbaikan kedepannya demi mencapai hasil yang lebih baik. Wassalam.

*Hasil musyawarah FK2M via Online pada hari Jum’at, 07 Mei 2021. Ditulis oleh Imam Thobroni.

By Alfin Haidar Ali

Mahasantri Semester Akhir Ma'had Aly Nurul Jadid

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Chat
1
Assalamualaikum, ada yang bisa kami bantu ?