Dalam hidup, pasti manusia akan mengalami berbagai problematika. Mulai dari masalah pribadi, keluarga bahkan hal-hal yang berkaitan dengan masayarakat. Tak jarang pula kebanyakan dari mereka sulit menemukan solusi.

Nah, salah satu cara yang dianjurkan nabi dalam mencari solusi adalah dengan cara bermusyawarah atau konsultasi. Sebagaimana keterangan didalam kitab al-Mukhtar al-Hadis

الْحَزْمُ أَنْ تُشَاوِرَ ذَارَأْيٍ ثُمَّ تُطِيْعُهُ

Artinya : “Ketekunan dalam suatu perkara ialah hendaknya ber-musyawarah kepada orang yang memiliki pendapat baik kemudian mengikutinya (mentaatinya)” H.R. Abu Dawud dari sahabat Kholid bin Ma’dan r.a.

Hadis di atas termasuk hadis mursal (dlo’if) yang berarti dalam periwayatannya terdapat sahabat yang tidak disebutkan. Namun walau demikian, hadis ini bisa diamalkan terlebih untuk diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat.

Lafadz الْحَزْمُ diatas, banyak nilai yang terkandung didalamnya, yakni tekun, kokoh, dan komitmen. Orang yang memiliki komitmen dalam dirinya, dia tidak hanya akan berjalan dengan pendapatnya sendiri. Ciri-ciri orang yang memiliki komitmen, dia akan lebih senang ber-musyawarah, melibatkan orang-orang yang kompeten (syukur-syukur orang yang memiliki ilmu yang memadai) dan akan mengikuti pendapat/taat pada pentunjuk orang tersebut.

Komitmen itu membutuhkan ke-istiqomah-an (amalan yang berlanjut). Amalan yang berlanjut walau sedikit lebih disukai Allah daripada amalan banyak tapi tidak berlanjut (istiqomah). Kebanyakan musyawarah itu tidak berlanjut, ilmunya tidak diikuti. Padahal, hasil diskusi, musyawarah, konsultasi dan semacamnya, jika diikuti/diamalkan, tentulah rencana yang pernah dirancang akan berhasil dan menjadi orang sukses. InsyaAllah.

Nabi Muhammad saja yang merupakan al-Insan al-Kamil diperintah oleh Allah SWT. untuk melakukan musyawarah.

وَشَاوِرْهُمْ فِى الْأَمْرِ

Artinya : “Bermusyawarah-lah Engkau Muhammad dengan mereka dalam suatu urusan”.

Dari situ nabi Muhammad sering melakukan musyawarah. Sebenarnya, Nabi Muhammad bisa memutuskan suatu perkara sendiri, namun salah satu manfaatnya yakni agar orang lain merasa dilibatkan, sehingga orang lain akan mendukung langkah kita.

Dari musyawarah kita akan menemukan banyak argumen-argumen dan perbedaan sudut pandang. Dari situlah kita akan menemukan jalan terbaik mana yang sebaiknya ditempuh untuk men-sukses-kan rencana kita.

Terlebih pemimpin, menjadi pemimpin harus sering-sering bermusyawarah dan terbiasa mendengar pendapat masyarakat dan anggotanya. Kalau orang jarang musyawarah, lebih senang menyendiri, lalu punya prasangka jelek pada orang lain seperti: “mereka tidak suka pendapat saya”, “pendapat mereka salah semua” misal, orang seperti ini tidak bisa dijadikan pemimpin.

Penulis : Safilatul Khoirot (Mahasantri Ma’had Aly Nurul Jadid)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Chat
1
Assalamualaikum, ada yang bisa kami bantu ?