Tugas manusia setelah mempelajari dan mengamalkan ilmu adalah menyebarkan ilmu yang juga bisa disebut dengan mengajarkan ilmu, karena sebanyak apapun ilmu manusia yang telah diperoleh manfaatnya tidak akan sempurna dirasakan oleh orang lain kecuali dengan cara mengajarkannya. Dengan proses pengajaran inilah ilmu akan tetap terjaga keasliannya dan mempunyai sumber yang jelas.
Di zaman modern ini laki-laki dan perempuan berlomba lomba untuk mencari ilmu di berbagai lembaga pendidikan dari tingkat SD hingga Tingkat Perguruan Tinggi. Oleh karena itu, tak jarang para guru laki-laki mendapat tugas untuk mengajar murid perempuan, hal ini karena disebabkan beberapa faktor, seperti tidak adanya perempuan yang ahli dalam bidang yang akan diajarkan atau ada pengajar perempuan akan tetapi enggan untuk mengajarkan ilmunya. Dalam islam hal tersebut tidak dilarang kalau memang betul-betul dibutuhkan. Hanya saja kondisi seperti ini sangat rentan untuk terjadi fitnah, guru laki-laki maupun murid perempuan harus berhati-hati di dalam melaksanakan kegiatan belajar dan mengajar, karena secara fitrah manusia diciptakan mempunyai ketertarikan terhadap lawan jenis. Oleh karena itu terkait hubungan lawan jenis Islam mempunyai beberapa rambu-rambu yang harus dipatuhi oleh umat Islam sebagai langkah preventif bagi umat Islam agar tidak terjerumus dalam dosa besar.
Akhir-akhir ini banyak peristiwa di Indonesia yang cukup membuat malu dan mencoreng dunia pendidikan, yaitu pencabulan guru terhadap muridnya. Hal ini karena para guru sudah tidak lagi berpegang teguh terhadap aturan yang ada dalam agama Islam terkait proses kegiatan belajar yang dilakukan oleh lawan jenis. Entah apakah mereka memang betul tidak mengetahui terhadap aturan tersebut atau malas untuk mengamalkannya karena terbuai oleh syahwatnya. Oleh karena itu penulis ingin mengulas kembali hukum-hukum yang mungkin banyak dilanggar oleh sebagian para guru, diantaranya yaitu:
Memandang
Hukum asal dari memandang lawan jenis adalah haram. Karena memandang adalah termasuk dari muqadimah zina. Akan tetapi syariat memberi keloggaran terhadap laki-laki di dalam melihat perempuan tatkala ada kebutuhan, karena kebutuhan tersebut terkadang sama dengan kondisi darurat, jadi yang asalnya haram bisa berubah menjadi boleh karena ada sebuah hajat (kebutuhan). Mengajar adalah sebuah kebutuhan yang memaksa seorang guru untuk tahu terhadap muridnya demi kesempurnaan proses pengajaran, maka melihatnya guru laki laki terhadap murid perempuan hukumnya boleh karena ada hajat (kebutuhan).
Akan tetapi kebolehan tesebut bukan lantas tidak ada batasnya, sehingga guru boleh melihat kepada bagian tubuh manapun dari murid perempuan atau memandangnya selama ber jam-jam. Syariat Islam membatasi kebolehan ini dengan cara mengukur kebolehan tersebut dengan hajat (kebutuhan) yang dibutuhkan oleh seorang guru dalam proses pengajaran.sesuai dengan kaidah fikih:
الحاجة تقدر بقدرها
“sesuatu yang dibolehkan karena adanya kebutuhan harus diukur dengan kebutuhan tersebut”
Imam nawawi dalam kitab raudlatuttholibin memberi sikap yang tegas dalam masalah ini dengan mengatakan “seorang guru hanya boleh melihat kepada wajah dan telapak tangan murid perempuan karena ini adalah pokok hajat (kebutuhan) dari seorang guru” selain daripada itu maka hukumnya tidak boleh dilihat. Akan tetapi sebagian ulama’ memberi batasan yang sangat ketat tentang kebolehan melihat, mereka mengatakan bahwa seorang guru boleh melihat murid perempuan pada saat guru tersebut memberi pelajaran yang hukumnya fardhu ain, dengan syarat tidak bisa memberi pengajaran di balik tabir dan aman dari khalwat. Dari uraian diatas sudah jelas bahwa ulama’ cukup memberi hukum yang sangat ketat dalam rangka mengantisipasi adanya gejolak hati yang ada pada pihak guru maupun murid, sehingga kasus asusila yang sangat dilarang oleh agama, budaya dan Negara dapat dihindari.
Berkhalwat
Dari segi bahasa, Khalwat berasal dari bahasa arab “khala- yakhlu” yang berarti bersendirian, kosong, bersih, sesuatu yang lepas. Sedangkan khalwat menurut istilah adalah berkumpulnya dua lawa jenis secara menyendiri (.al-ijtima’ baina itsnaini ‘ala infirad) tanpa adanya orang lain selain keduanya disuatu tempat khusus, dan perlu izin keduanya jika ada yang mau masuk, misalnya di rumah, di tempat sepi yang jauh dari jalan dan keramaian manusia
Syekh sulaiman di dalam Kitab hasyiyah bujairimi memberi batasan tentang masalah khalwat yang artinya adalah “Batasan khalwat adalah pertemuan yang secara kebiasaan menimbulkan adanya kecurigaan dan mengarah kepada zina, akan tetapi kalau dipastikan tidak terjadi hal yang demikian maka tidak bisa disebut dengan nama khalwat.”
Banyak hadis yang menerangkan tentang keharaman khalwat salah satunya yaitu:
ومن كان يؤمن بالله واليوم الاخر فلا يخلون بامرأة معها ذو محرم منها فان ثالثهما الشيطان
Barang siapa yang beriman kepada allah dan hari akhir maka janganlah ia berkhalwat dengan seorang perempuan tanpa ada mahrrom dari wanita tersebut, karena syaitan menjadi orang ketiga diantara mereka berdua. ( HR. Ahmad dari jabir)
Tanpa disadari ada beberapa beberapa lembaga pendidikan yang melaksanakan proses pembelajaran dengan tanpa memperhatikan aturan ini, seperti ujian lisan yang diadakan dengan cara bertatap muka didalam satu ruangan khusus atau kursus prifat antara satu guru laki laki dan murid perempuan. Untuk menghindari terjadinya khalwat yang diharamkan maka hendaknya kegiatan semacam ini diikuti oleh dua siswi atau lebih dan dilakukan di tempat yang tidak mencurigakan.
Bersalaman
Bersalaman termasuk sopan santun yang dianjurkan oleh agama dan adat. Menurut Imam An-Nawawi, berjabat tangan (salaman) telah disepakati sebagai bagian dari sunnah ketika bertemu. Ibn Batthal juga menjelaskan, “Hukum asal jabat tangan adalah satu hal yang baik menurut umumnya ulama. Dalam beberapa riwayat, jabat tangan juga diamalkan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, di antaranya:
Qatadah bertanya kepada Anas bin Malik: “Apakah jabat tangan itu dilakukan diantara para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Anas menjawab: “Ya.” (HR. Al-Bukhari).dan masih banyak hadis yang lain yang menjelaskan tentang kesunnahan berjabat tangan.
Namun hukum kesunnahan tersebut hanya berlaku bagi kaum sejenis atau yang mempunyai hubungan mahram. Kalau bersalaman dengan yang bukan mahrom maka hukumnya haram, hal ini dikarenakan ada persentuhan kulit yang dilarang oleh rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ma’qil bin Yasar:
لأن يطعن في رأس احدكم بمخيط من حديد خير له من ان يمس امرأة لا تحل له
“andaikan salah seorang dari kalian ditusuk kepalanya dengan jarum yang terbuat dari besi, itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.(HR. Ar-Ruyani)
Tapi ironisnya hal ini sudah menjadi kebiasaan yang sangat mengakar di dunia pendidikan, mungkin bagi peserta didik yang belum mencapai kriteria layak disyahwati tidak masalah, tapi kebiasaan seperti ini jangan sampai terus berlanjut ketika anak tersebut telah beranjak dewasa. Maka perlu ada kehati-hatian antara guru dan murid yang berbeda jenis, walaupun secara terperinci tentang masalah ini ulama’ masih berbeda pendapat.
M. Faizin. SH. MH.I*
Dosen Ma’had Aly, sekaligus Asisten Mudir Ma’had Aly Nurul Jadid Paiton Probolinggo.