Penghelatan sebuah acara wisuda sudah lumrah terealisasi setiap tahun. Acara ini merupakan acara tahunan yang diselenggarakan setiap universitas ternama baik dalam negeri atau bahkan luar negeri.

Idealnya, seseorang yang menyandang gelar sarjana adalah seseorang yang sudah siap menerima tanggung jawab dan mempertanggungjawabkan ilmu yang diterimanya sesuai disiplin ilmu yang ditekuni. Jika seseorang telah bersemangat dan bersungguh-sungguh meraih sebuah gelar sarjana, maka selayaknya pula mampu memberikan kontribusi besar, sekurang-kurangnya untuk keluarga, atau untuk bangsa dan negara secara umum.

Setelah mereka bersungguh-sungguh menggeluti dunia akademik di bangku kuliah dan dilanjutkan dengan menggeluti dunia penelitian, maka seharusnya gelar sarjana tersebut merupakan tujuan formal yang perlu mereka raih. Gelar sarjana ini adalah atribut yang melekat pada seorang lulusan sesuai dengan kualitas kelulusannya. Salah satu ciri seseorang menyandang gelar sarjana adalah kontribusi penguasaan akademik dan hasil penelitiannya untuk pengembangan ilmu dan/atau untuk ilmu terapan. Keahliannya tidak hanya dibuktikan dalam sebuah temuan riset skripsi/tesis, namun bagaimana ia memiliki sumbangsih di tengah-tengah masyarakat.

Pada masa pandemi ini perayaan wisuda digelar sedikit berbeda, yaitu dengan tidak dihadiri para wisudawan secara fisik, namun secara virtual, lebih akrab dikenal dengan istilah ¬Wisuda Online.

Pro-kontra pun bertebaran kaitannya dengan hal ini, karena perjuangan selama 4 tahun -idealnya- yang akhirnya hanya dipungkas dengan sebuah acara yang sedikit mengurangi kesakralan dari acara wisuda, yaitu perpindahan tali toga semula di kiri kemudian dipindah ke sebelah kanan, yang mana perpindahan tali tersebut di samping sebagai tanda kelulusan juga mengandung arti agar para lulusan sarjana tidak hanya menggunakan otak kiri-yang hanya bekerja kepada orang lain-, melainkan harus lebih banyak menggunakan otak kanan dengan berfikir kreatif, imajinatif serta inovatif – untuk menciptakan pekerjaan sendiri-.

Sebenarnya kalau kita boleh jujur, acara ceremonial wisuda merupakan acara formalitas, substansi yang terkandung dalam acara wisuda adalah bagaimana ilmu yang didapat setara dengan gelar yang disandang dan bisa bermanfaat untuk khayalak umum.

Salah satu Kiai kenamaan asal Madura, Beliau bernama lengkap Allah Yarham KH. Hasan Abd. Wafi-salah satu dewan masyayikh PP. Nurul Jadid-, oleh para santri senior beliau akrap di sapa dengan “kiai tuan”, Kiai pencetus Sholawat Nahdliyah tersebut memaknai sarjana secara khusus, yakni seorang sarjana selayaknya bisa menjadi sebuah pelita bukan malah berdampak negatif atau tidak memiliki sebuah makna, lebih jelasnya beliau dawuh aw kama qola: “Jadilah Sarjana yang Sirojuna (Menjadi Pelita), bukan Sarjana yang Syarrun Jana (Jelek), dan tidak Pula Sarjana yang Sirjina (Kotoran)”.

Hemat pribadi, perayaan wisuda diselenggarakan secara ¬Online ataupun tidak sebenarnya tidak menjadi sebuah masalah yang sangat signifikan- ungkapan tanpa glorifikasi -, selama tidak menghapus makna substansi dari wisuda itu sendiri.

By Alfin Haidar Ali

Mahasantri Semester Akhir Ma'had Aly Nurul Jadid

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Chat
1
Assalamualaikum, ada yang bisa kami bantu ?