Menurut Abu Yahya Zakariya al-Anshori dalam kitab Fathul Wahhab bahwa ‘iddah merupakan sebuah penantian seorang perempuan untuk mengetahui kesucian rahimnya. Hal ini sebagai bentuk ta’abbudi (penghambaan) atau tafajju’ (bela sungkawa) terhadap suami.
Dalam definisi lain dijelaskan oleh Abu Bakar ibn Mas’ud al-Kasani bahwa ‘iddah nama suatu masa yang ditetapkan untuk mengakhiri apa yang tersisa dari sisa-sisa pernikahan. Terjadinya ‘iddah merupakan akibat dari adanya talak yang dilontarkan oleh suami kepada sang istri.
Istri yang menjalani ‘iddah dibagi menjadi dua: 1. Ditinggal wafat oleh suaminya 2. Perceraian;
Istri yang ditinggal wafat oleh suami dalam keadaan hamil, maka masa ‘iddahnya sampai melahirkan anak secara sempurna, baik melahirkan satu anak atau lebih. Namun bagi istri yang ditinggal wafat dalam keadaan tidak hamil maka ‘iddahnya selama 4 bulan 10 hari. Demikian pula bagi istri yang ditalaq suaminya dalam keadaan hamil, maka masa ‘iddahnya sama dengan ‘iddah istri yang ditinggal wafat, beda halnya ‘iddah seorang istri yang ditalaq oleh suami tidak dalam keadaan hamil, maka masa ‘iddahnya 3 kali sucian tatkala istri dalam masa-masa produktif.
Perempuan dibagi menjadi dua ada kalanya perempuan dalam masa produktif dan masa menopause. Pada masa produktif wanita masih bisa haid dan menghasilkan keturunan, namun bagi perempuan yang sudah menginjak masa-masa menopause, perempuan tersebut akan berakhir masa menstruasi yang berakibat terhadap hilangnya aktivitas folikular ovarium, yang juga sering diartikan sebagai berakhirnya fungsi reproduksi wanita.
Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh badan kesehatan dunia atau world health organization (WHO). Usia rata-rata menopause alami atau berhentinya menstruasi adalah 50 tahun, meskipun ada beberapa yang mengalami menopause dalam usia 20 tahun hingga 30 tahun sampai 40 tahun.
Ditemukann permasalahan bahwa tak jarang seorang perempuan pada masa produktif mengalami menopause. Hal itu disebabkan karena efek samping dari obat-obatan seperti obat diet dsb, lantas bagaimana hitungan ‘iddah bagi perempuan dalam masa produktif namun sudah mengalami menopause??
Ditelisik dalam kitab turats, ditemukan redaksi yang membahas permasalahan diatas yang mana Imam Nawawi menjelaskan dalam kitab Majmu’ Syarhul Muhadzab bahwa bagi istri yang ditalaq seorang suami dalam masa produktif namun sudah mengalami menopause, maka masa ‘iddahnya 3 bulan.
Hal ini berlandaskan firman Allah dalam surat at-talaq ayat 4 yang menjelaskan bahwa ‘iddah bagi perempuan yang tidak haid pada masa produktif dianalogikan dengan ‘iddah perempuan pada masa menopause yakni 3 bulan, dengan argumen bahwa yang diperhitungkan ialah keadaan perempuan yang ‘iddah, bukan kebiasaan perempuan pada umumnya. Sama halnya dengan perempuan yang sudah menginjak usia menopause namun masih mengalami haid, maka masa ‘iddahnya menggunakan 3 kali sucian.
المجموع شرح المهذب ( 18/ 141)
قال المصنف رحمه الله تعالى:
(فصل)
وان كانت ممن لا تحيض ولا يحيض مثلها كالصغيرة والكبيرة الآيسة اعتدت بثلاثة أشهر، لقوله تعالى ” واللائى يئسن من المحيض من نسائكم ان ارتبتم فعدتهن ثلاثة أشهر، واللائى لم يحضن ” فإن كان الطلاق في أول الهلال اعتدت بثلاثة أشهر بالاهلة، لان الاشهر في الشرع بالاهلة.
“dan bagi perempuan yang tidak haid disebabkan karena masih belum menginjak usia haid atau karena menopause maka masa iddahnya dengan 3 bulan berlandaskan firman Allah: “Perempuan-perempuan yang tidak lagi haid (menopause) diantara istri-istri kalian, jika kalian ragu (dalam masa ‘iddahnya), maka ‘iddahnya adalah tiga bulan; dan begitu pula perempuan-perempuan yang tidak haid”. ketika talaq terjadi di awal bulan maka perempuan tersebut menjalani masa iddah selama 3 bulan dengan perhitungan hilal karena bulan dalam syara’ ialah dengan perhitungan hilal”.
والدليل عليه قوله عز وجل ” يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ والحج ” وان كان الطلاق في أثناء الشهر اعتدت بقية الشهر ثم اعتدت بشهرين بالاهلة ثم تنظر عدد ما اعتدت من الشهر الاول، وتضيف إليه من الشهر الرابع ما يتم به ثلاثون يوما.
“landasannya sesuai dengan firman Allah: “mereka bertanya kepadamu (muhammad) tentang hilal (bulan tsabit), katakanlah! Bulan tsabit adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (untuk ibadah) haji”. Ketika talaq terjadi pada pertengahan bulan pertama maka seorang perempuan menjalani masa ‘iddah pada sisa bulan tersebut dan dua bulan setelahnya dengan perhitungan hilal lalu menambah masa ‘iddah pada bulan keempat sehingganya sempurna menjadi 30 hari”.
(فصل)
وان كانت ممن لا تحيض ولكنها في سن تحيض فيه النساء اعتدت بالشهور لقوله تعالى ” واللائى يئسن من المحيض من نسائكم ان ارتبتم فعدتهن ثلاثة أشهر، واللائى لم يحضن ” ولان الاعتبار بحال المعتدة لابعادة النساء، والدليل عليه أنها لو بلغت سنا لا تحيض فيه النساء وهى تحيض كانت عدتها بالاقراء اعتبارا بحالها، فذلك إذا لم تحض في سن تحيض فيه النساء وجب أن تتعد بالاشهر اعتبارا بحالها.
“ketika perempuan tidak haid dalam masa produktif maka ‘iddahnya menggunakan bulan berlandaskan firman Allah: “Perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (menopause) diantara istri-istri kalian, jika kalian ragu (dalam masa iddahnya), maka ‘iddahnya adalah tiga bulan; dan begitu pula perempuan-perempuan yang tidak haid”. Karena yang diperhitungkan ialah keadaan wanita ‘iddah bukan kebiasaan perempuan pada umunnya, dengan argumen bahwa ketika wanita menginjak usia menopase namun masih mengalami haid, maka ‘iddahnya menggunakan 3 kali sucian, demikian pula bagi perempuan pada masa produktif namun mengalami menopause, maka dia wajib menjalani iddah dengan bulan”.
Oleh: Mustain Romli (Mahasantri Ma’had Aly Nurul Jadid)