Pada pertemuan kali ini, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, yakni K.H. Moh. Zuhri Zaini menyampaikan bahwa melakukan perkara bidah menyebabkan seseorang menjadi suul khotimah.

Adapun yang dimaksud bidah di sini adalah hal-hal baru yang tidak ada dasarnya bahkan menyimpang dalam urusan agama ini dilarang. Hal ini sebagaimana sabda nabi dalam sebuah hadis

كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةْ

Artinya : semua bidah adalah sesat.

Dalam memahami hadis tersebut kita tidak bisa memahami mentah-mentah. Kita harus terlebih dahulu mengerti apa yang dimaksud bidah dalam hadis tersebut. Segolongan diantara ulama ada yang memaknai dengan ekstrim dan berlebihan, sehingga mengatakan semua yang tidak ada pada zaman rasul adalah bidah.

Jadi, pengemudi mobil, pengguna  speaker dan megenakan jam tangan termasuk bidah, karena teknolologi semacam itu tidak ditemukan pada zaman nabi.

Tentu pemahaman seperti ini terasa janggal dan perlu diluruskan. Bagi kami yang di pesantren, para kyai, ustaz-ustaz dan guru-guru mengajarkan bahwa, “tidak semua bid’ah adalah sesat”.

alfaqir pernah membaca dalam sebuah keterangan bahwa Ustaz Abdush Shomad  memilih membedakan  bid’ah menjadi dua, yaitu bidah dunia dan bid’ah ibadah. Bidah yang pertama dihukumi boleh sementara bidah yang ke dua dihukumi haram, sehingga dalam konteks memakai mobil maka termasuk bidah (dunia, red) yang hasanah (baik, red) dan tergolong legal serta tidak ada masalah.

Juga bila kita menengok dalam beberapa kitab syafiiyyah kita akan menemukan pendapat Imam Syafi’i yang mengkategorikan bidah menjadi dua, yaitu bid’ah mahmudah dan bidah madzmumah (tercela, red). bilamana sesuai dengan sunnah dinamakan bidah hasanah (baik, red). Namun bila membedai sunnah namanya bid’ah madzmumah.

Saat belajar ilmu mantik dulu, kami diajari pembahasan kullun dan kulliyyah. Bila memaknai secara kullun yang dimaksud adalah kebanyakannya atau umumnya sehingga sangat mungkin ada yang tidak masuk cakupan tersebut, namun bila diartikan kullyiah maka diartikan per individu sehingga siapapun tanpa terkecuali masuk dalam kategori ini.

Sementara dalam konteks hadis di sini itu difahami secara kullun bukan kulliah. Maka dari itu, ketika Imam Nawawi memaknai كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةْ, maksudnya adalah pada umumnya bidah itu sesat sehingga tidak menutup kemungkinan ada bidah yang tidak sesat. Pendapat inilah yang disepakati para ulama sunni.

Bahkan kami tertarik dengan salah satu ulama besar Madzhab Syafi’i, Sultanul Ulama, Syekh Izzuddin bin Abdis Salam yang mengelompokkan bidah sesuai jumlah hukum islam yang lima, sehingga adakalanya bidah itu wajib, seperti pembukuan alquran, mempelajari ilmu nahwu dan ilmu ushul fiqh, hal ini dikarenakan syariat islam tidak akan terwujud tanpa hal-hal tersebut.

Adakalanya bidah itu anjuran, yakni segala sesuatu yang baik dan belum ada pada masa awal Rasulullah SAW. seperti membangun sekolah, jembatan dan sholat tarawih. Adakalanya bidah itu mubah seperti menikmati gado-gado, yaitu perkara mubah yang tidak ada pada zaman nabi. Bila melihat pendapat Ustaz Abdus Shomad, maka ini juga masuk pada bidah dunia. Juga adakalanya bidah itu makruh, seperti menghias masjid dan mushaf secara berlebihan

Kemudian ada pula bidah yang haram dan ini yang menjadi maksud dari كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةْ    serta menjadi sebab seseorang menjadi su’ul khotimah sebagaimana yang disampaikan Imam al-Haddad dalam kitah nashoih ad-diniah ini.

Oleh karena itu, pengasuh menyampaikan bahwa untuk mengetahui bid’ah itu butuh ilmu. Ilmu akan menjaga iman kita dari pemahaman-pemahaman yang keliru, khususnya di era media sosial ini.

 

*Penulis : Moh. Farhani (Mahasantri Semester Akhir Ma’had Aly Nurul Jadid)

Pengajian Nashoihul Ibad, halaman 5 (02-04-2023)

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Chat
1
Assalamualaikum, ada yang bisa kami bantu ?