Sebelumnya, telah dibahas tentang ajaran agama Islam. Ada yang tetap dan yang dinamis. Ada yang kokoh tidak berubah-berubah dengan adanya perkembangan zaman dan kondisi manusianya. Ada juga ajaran yang dinamis menyesuaikan kondisi dan keadaan seseorang.
Untuk catatan ngaji part. 4 ini, Gus Fayyadl membuka satu pertanyaan di sesi akhir pengajian. Salah seorang audien ada yang bertanya, apakah ada kriteria mujaddid sebagaimana terdapat kriteria mujtahid dalam kitab-kitab ushul fikih ?
Gus Fayyadl menjawab bahwa mujaddid itu ada ciri-cirinya. Dalam kitab al-ulama al-mujaddidun, Mbah Moen menyinggungnya ciri-cirinya di halaman 5 sebagaimana berikut :
وَمَا زَالَ عُلَمَاؤُنَا يَجِدُّوْنَ وَيَجْتَهِدُوْنَ فِيْ هذا الدِّيْنِ حَمَلُوْا هَذِه الأمَّةَ فِي التَّعَالِيْمِ الإِسْلَامِيَّةِ الْحَقَّةِ عَلى الطَّرِيْقَةِ الَّتِيْ تَوَافِقُ كُلَّ دُهُوْرٍ وَعُصُوْرٍ، وَهذا هوَ مَعْنَى مَا فِيْ أَقْوالِهِمْ إِنَّ الإِسْلَامَ دِيْنٌ يُوَافِقُ وَيُلَائِمُ كُلَّ نَاسٍ مَدَى الدُّهُوْرِوَالْعُصُوْرِ.
Artinya, “ulama kita senantia berusaha dengan sungguh-sungguh di dalam agama ini untuk membawa umat di dalam ajaran-ajaran Islam yang benar melalui metode/cara yang sesuai dengan perkembanga zaman dan masa. Dan inilah makna ucapan para ulama bahwa Islam itu agama yang sesuai dengan manusia setiap masa”.
Jadi, mujaddid itu selain alim (paham agama) secara komprehensif, tentu mereka tahu tentang bagaimana mengkomunikasikan ajaran ini sesuai dengan tuntutan zaman dan kondisi objek orangnya. Jadi tidak cukup hanya alim dan tahu kitab kuning saja.
Selain itu, orang disebut mujaddid itu karena diakui oleh khalayak dan masyarakat muslim secara luas oleh generasi selanjutnya. Kalau kita contohkan seperti Imam al-Ghazali. Pikiran-pikirannya tetap hidup, dikaji dan dikembangkan oleh generasi-generasi selanjutnya meski jasad beliau sudah tiada.
Jadi mereka diakui. Bukan hanya alim saja. Kalau orang alim itu kan banyak, tapi yang mendapat pengakuan secara luas, oleh berbagai kalangan. baik yang tua dan muda. Ini yang jarang.
Atau, contoh lainnya -sebagaimana dijelaskan Gus Fayyadl- itu barangkali Habib Umar bin Hafidz. Beliau diakui oleh berbagai kalangan. Baik tua dan muda.
Allah SWT akan mengutus setiap seratus sekali itu akan ada orang/sosok yang muncul menjadi mujaddid. Pembaharu dalam agama Islam ketika umat sudah sedikit mengamalkan agama sesuai dengan tuntutan al-Qur’an dan as-Sunah.
Hal ini sebagaiman sabda Nabi Muhammad SAW. :
يَبْعَثُ اللهُ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ عَامٍ مَنْ يُجَدِّدُ لِهذِهِ الْأُمَّةِ أَمْرَ دِيْنِهَا
Artinya, “Setiap awal seratus tahun, Allah akan mengutus orang yang memperbarui agama kepada umat ini.”
Sebenarnya, penjelasan tadi malam sangat menarik sekali. Gus Fayyadl dengan latar belakang sebagai sarjana sebuah universitas di Perancis, membuat isi pengajian kitab yang biasanya mudah ditebak, terasa apik sekali.
Para santri diajak berpikir lintas peradaban, benua dan negara. Bahkan beliau sempat menyinggung soal proyeksi peradaban/atau ancang-ancang dunia Islam hingga seratus tahun ke depan.
Dari sini, para santri diajak untuk mengembangkan/mempelajari bahasa asing. Bukan hanya bahasa arab dan inggris. Tapi bahasa Jerman, Perancis. Karena Islam akan bersentuhan dengan budaya mereka.
Penting sekali berkomunikasi dengan pihak-pihak luar negeri. Agar dakwah Islam bisa sampai kepada mereka. Salah satu jalan, bisa dengan menikah dengan orang luar negeri. Hehehe. Orang Thailand misalnya.
“Wanita Thailand itu cantik-cantik, lho,” riwayat bil makna dari penjelasan Gus Fayyadl. Beliau bilang seperti itu supaya para santri ini tertarik dakwah di luar negeri. Pikirannya terbuka, bukan hanya di kawasan jawa saja.
Asalkan niat tetap: membawa umat ini kepada ajaran-ajaran Islam yang sesuai dengan al-Qur’an dan as-Sunah.
Pada pertemuan part. 4 itu, Gus Fayyadl juga bercerita bahwa pernah ditelfon oleh salah seorang pengurus NU di Perancis. Beliau minta dicarikan santri untuk berjuang menyebarkan Islam di Perancis.
Beliau menjawab, “wah, saya ini tidak punya kader.”
Gus Fayyadl mendorong para santri supaya bisa ke luar negeri. Kita jangan sering curiga dengan orang-orang luar negeri sana. Sekarang dunianya memang seperti ini. Harus sering interaksi dan komunikasi. Ayo, “saya doakan,” ucap beliau dengan semangat.
Insyaallah, Gus Fayyadl setelah bulan syawal akan kedatangan tamu dari Amerika. Orang itu mengenal dari Gus Fayyadl ketika di luar negeri sana. “Kok bisa ada orang pesantren seperti beliau,”
Gus Fayyadl menjelaskan Islam dan lain sebagainya. Orang itu tertarik dan terkagum-kagum. Ia mempelajari Islam, khususnya fikih dan ushul fikih di Amerika. Belum lama ini ia telah belajar bahasa Indonesia di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta.
Lalu saat pandemi melanda, ia pulang lagi ke Amerika. Dan, dalam waktu-waktu dekat ini, akan berkunjung ke Gus Fayyadl setelah sekian lama tidak bertemu. Gus Fayyadl memiliki rencana, orang itu -saya tidak ingat persis namanya- akan diajak ke Ma’had Aly.
Gus Fayyadl berencana ingin ‘adu keilmuan’ soal fikih dan ushul fikih dengan santri Ma’had Aly Nurul Jadid. Maksud beliau, biar santri itu tahu bahwa ada orang Amerika alim seperti itu.
Terakhir, Gus Fayyadl juga bercerita bahwa beliau dulu pergi ke Perancis bukan karena keinginannya. Ada salah satu masyayikh -beliau tidak menyebutkan nama pastinya- berkata begini, “Fayyadl, keluar ke deghik ke Eropa,” (Fayyadl nanti keluar ke Eropa). Ucapan itu diucapkan dengan nada “mengusir”.