Umat muslim seringkali membaca al-Qur’an. Namun, al-Qur’an bukan untuk umat Islam saja, tapi seluruh manusia. Al-Qur’an adalah kitab suci sekaligus pedoman hidup umat manusia. Al-Qur’an menjadi petunjuk bagi manusia untuk menjalani kehidupan di muka bumi ini. Pembahasan tentangnya tidak akan pernah habis sepanjanga zaman. Termasuk dalam artikel kali ini, penulis akan membahas tentang antara tartil dan cepat khatam, manakah yang lebih utama ?.

Tartil dalam pembahasan ini maksudnya adalah menjaga harakat, panjang-pendek dan makhroj daru huruf-huruf al-Qur’an. Sedangkan dengan waktu yang sama, ada orang yang memilih membaca al-Qur’an dengan pelan—pelan meskipun secara kuantitas bacaan lebih sedikit.

Untuk menjawab pertanyaan ini, penulis mendapati sebuah keterengan yang ada dalam kitab al-Itqon fi ‘ulum al-Qur’an juz 1 halaman 283 sebagaimana berikut :

وَقِرَاءَةُ جُزْءٍ بِتَرْتِيْلٍ أَفْضَلُ مِنْ قِرَاءَةِ جُزْئَيْنِ فِي قَدْرِ ذلِكَ الزَّمَانِ بِلَا تَرْتِيْلٍ

Artinya : membaca al-Qur’an satu juz dengan tartil itu lebih utama daripada membaca dua juz dengan waktu yang sama tanpa tartil.

Imam al-Ghazali kitab Ihya’ Ulumiddin juz 1 halaman 287 juga menegaskan dengan pendapat yang senada :

وَاعْلَمْ أَنَّ التَّرْتِيْلَ مُسْتَحَبٌّ لَا لِمُجَرَّدِ التَّدَبُّرِ فَإِنَّ الْعَجَمِيَ اَلَّذِيْ لَا يَفْهَمُ مَعْنَى الْقُرْآنِ يُسْتَحَبُّ لَهُ فِيْ الْقِرَاءَةِ أَيْضاً اَلتَّرْتِيْلُ وَالتُّؤَدَةُ

Artinya : Ketahuilah, bahwasanya membaca dengan tartil itu sunah tidak sekadar tadabbur. Sesungguhnya orang ‘ajami (orang bukan arab) yang tidak memahami makna al-Qur’an sunah baginya di dalam membaca al-Qur’an adalah dengan cara tartil dan pembiasaan.

Dari keterangan tersebut dapat kita simpulkan bahwa membaca al-Qur’an dengan cara tartil meskipun pelan dan kuantitas bacaanya sedikit daripada bacanya cepat, tidak tartil dan kuantitas bacaanya lebih banyak. Demikianlah artikel singkat tentang antara membaca tartil dan cepat khatam, manakah yang lebih utama ?. Semoga bermanfaat. Sekian. Terimakasih.

*Alfin Haidar Ali, Mahasantri Mahad Aly Nurul Jadid.

artikel ini pernah terbit di situs bincangsyariah.com

By Alfin Haidar Ali

Mahasantri Semester Akhir Ma'had Aly Nurul Jadid

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Chat
1
Assalamualaikum, ada yang bisa kami bantu ?