Di dalam akidah ahlus sunnah wal jamah kita mengenal bahwa setiap kematian itu karena ajal, yaitu ketetapan Allah SWT terkait akhir kehidupan makhlukNya. Setiap makhluk yang mati terbunuh, dimakan hewan buas atau normal itu semua sesuai ajal. Hal ini berbeda dengan keyakinan mu’tazilah yang mengatakan bahwa orang terbunuh bukan karena ajalnya telah tiba tapi, disebabkan oleh perbuatan makhluk.
Kiai Hasan Basri, pengajar Kitab Itmam ad–Dirayah mengatakan bahwa keyakinan seperti diatas termasuk bid’ah ta’wili. Bid’ah Ta’wili sendiri adalab suatu penyimpangan aqidah dikarenakan kesalahan dalam mengarahkan dalil. Penyimpangan yang demikian, tidak sampai menyebabkan murtad
Beliau juga menuturkan bahwa kelompok yang dikafirkan Ahlus sunnah waljamaah adalah Mujassimah. Alasanya, kelompok mujassimah menganggap Allah SWT memiliki bentuk yang serupa demgan makhlukNya sepertinya meyakini Allah punya tangan, kaki, kepala, mata, teliga dan lain sebagainya. Keyakinan seperti ini jelas membedai sifat Allah SWT, mukhalafah lil hawadits (Allah SWT Berbeda dengan Mahluk)
Selanjutnya, kelompok yang menurut ahlusunnah wa al-jamaah kafir adalah kelompok ahli filsafat. Hal ini dikarenakan 3 hal:
Pertama, mereka menafikan ilmu juz’iyyat Allah SWT, artinya mereka berkeyakinan bahwa Allah SWT hanya mengetahui sesuatu secara global dan tidak pada bagian-bagian tertentu secara terperinci. Tentu keyakinan ini bertentangan dengan sifat Allah SWT al–alim yang artinya maha mengetahui baik luar luarnya perkara maupun dalam-dalamnya perkara secara detail, terperinci. Sebagaimana firman Allah SWT
وهو بكل شيئ عليم
Artinya: Allah mengetahui segala sesuatu
Kedua, ahli filsafat beranggapan bahwa alam ini qodim (terdahulu) artinya sejak dahulu sudah ada dengan sendirinya. Hal ini, jelas menyimpang karena yang qodim hanyalah Allah SWT semata sementara selain Allah adalah baru (hadits)
Ketiga, para filsuf tersebut mengingkari kebangkitan kubur, mereka beranggapan ketika sudah mati maka tidak akan dibangkitkan kembali. Pemahaman ini sama seperti yang terjadi pada para musyrikin Mekkah ketika mereka mempertanyakan apakah tulang-belulang yang sudah hancur akan di bangkitkan lagi? lalu Allah SWT menurutkan surat yasin ayat 79 kepada Nabi Muhammad SAW.
قل يحييها الذي انشاْها اول مرة وهو بكل خلق عليم
Artinya: Katakanlah(Muhammad) yang akan menghidupkannya (tulang belulang yang telah hancur) Allahlah yang menciptakannya pertama kali dan dia maha mengetahui tentang segala makhluk (Qur’an Surat Yasin, Ayat 79)
Ahlussunnah wal jama’ah mengkafirkan mereka karena perbedaannya tidak hanya ta’wil tetapi sampai pada juhud (pengingkaran pada hal hal yang telah diketahui dalam agama secara pasti sehingga menyebabkan pada taraf kafir). Namun, pengkafiran terhadap para filsuf ini, tidak bisa di generalkan, artinya jika para filsuf tersebut tidak berkeyakinan seperti diatas maka tidak layak disematkan label kafir.
Dalam akidah ahlusuhnah wal jama’ah, tidak boleh menjustifikasi neraka kepada orang yang belum bertaubat, bahkan sekalipun mati dalam keadaan fasiq (sering berlumuran dosa). Masuk tidaknya ke neraka dan surga merupakan hak prerogatif (wewenang) Allah SWT. Bisa jadi Allah SWT mengampuni semua kesalahannya sebagaimana allah telah menutupi aibnya selama di dunia dan ini karena rahmat dan kasih sayang Allah SWT.
Bisa jadi Allah SWT sudah meng-adzab orang tersebut sesuai kadar kedzolimannya dan ini juga karena keadilan Allah SWT.
Selain itu, ahlussunah wal jamaah meyakini bahwa orang yang semasa hidupnya mengatakan lailalhaillallah maka adzab neraka tidak akan kekal padanya.
Hal ini sangat sesuai dengan sebuah keterangan
مفتاح الجنة لااله الاالله
Artinya: Kunci masuk surga adalah lailahaillallah,
Artinya di dalam hatinya ada keyakinan bahwa tuhan yang berhak disembah adalah Allah SWT