Menjadi seorang hamba tentu tak pernah terencanakan sebelumnya dan sudah menjadi sebuah konsekuensi yang tak boleh tidak kita rela terhadap kehendak dan takdir-Nya. Taqdir sebagai manusia dengan title hamba Allah tentu juga berkonsekuensi wajib bagi dia untuk menjalankan syari’at-Nya. Konsisten terhadap Ibadah kepada-Nya, itulah jalan yang ditempuh seorang salik untuk mencapai ridlo-Nya.

Sebagai manusia biasa, tentu kita kita tak tahu apa dan bagaimana taqdir kita saat ini dan bagaimana taqdir kita di masa yang akan datang. Tugas utama yaitu meningkatkan sifat ubudiyah li tholabi ridlo-Allah.

Dalam sebuah uraian dijelaskan bahwa seorang manusia mukallaf dengan segala macam bentuk, jenis dan pangkatnya di dunia terbagi atas empat macam. Pertama, kaum yang Allah ciptakan untuk berkhidmah kepada-Nya dan surga-Nya, mereka adalah para Nabi, para Wali, orang-orang Mu’min dan Sholihin.

Yang kedua, adalah kaum yang Allah ciptakan untuk surga-Nya tapi tidak untuk khidmah pada-Nya, merekalah orang-orang yang ketika hidupnya berada dalam kekafiran akan tetapi kemudian Allah menutup akhir hayatnya dengan ke-Iman-an, atau meraka yang ketika semasa hidupnya selalu melampaui batas dan asyik dalam kemaksiatan, tetapi kemudian Allah melimpahkan taubat ketika akhir hayatnya, maka kemudian dia mati dengan taubat dan khusnul khotimah sebagaimana yang telah nyata pada para tukang sihir fir’aun.

Ketiga, kaum yang Allah ciptakan tidak untuk khidmah pada-Nya juga tidak pula surga-Nya, mereka-lah orang-orang kafir yang mati dalam kondisi kafir yang Allah haramkan atas mereka kenikmatan iman ketika di dunia dan Allah ‘adzab mereka di akhirat dengan ‘adzab yang sangat pedih.

Yang keempat, adalah kaum yang Allah ciptakan untuk ber-khidmah kepada-Nya tapi tidak untuk menempati surga-Nya, mereka-lah orang-orang yang melakukan perbuatan taat pada Allah kemudian Allah menipu daya mereka, maka kemudian mereka menyingkir jauh dari pintu Allah SWT dan mati atas kekafiran (na’udzubillaahi min dzaalika).

Macam keempat inilah yang terjadi pada ki barshiso, seorang yang ahli ibadah dan mempunyai Enam Puluh Ribu santri yang semuanya bisa terbang dengan barakahnya, kemudian apa yang terjadi? dia mati dalam keadaan kafir (na’udzubillaahi min dzaalika). Dari ketekunan Ibadahnya pada Allah, Para malaikat pun ta’jub dibuatnya, kemudian Allah berfirman pada para Malaikat : “Mengapa kalian ta’jub kepadanya?” sesungguhnya Aku-lah Dzat Yang Maha Mengetahui apa yang tak kalian ketahui, sesungguhnya dia (ki barshiso) akan kafir kemudian masuk neraka dan kekal selama-lamanya.

Tak berselang waktu lama, iblis mendengar akan hal itu dan dia tahu bahwa si barshiso akan mati dalam genggamannya, kemudian dia (iblis la’anatullahi ‘alaihi) mendatangi tempat ibadah ki barshiso seraya menyerupai seorang ahli ibadah dengan berpakaian kain tenun kasar compang camping, tak lama kemudian Iblis memanggil ki barshiso, kemudian ki barshiso berkata: “siapakah gerangan dirimu dan apa yang engkau inginkan?”, “saya adalah seorang ahli ibadah yang akan membantumu untuk beribadah pada Allah Ta’ala” jawab iblis, merasa tak mau kalah, ki barshiso kemudian melanjutkan perkataanya: “barangsiapa yang menghendaki untuk beribadah kepada Allah, maka sesungguhnya Allah akan mencukupinya sebagai ahli ibadah”.

Tanpa basa-basi, si iblis bertopeng bangun unjuk gigi dengan menunjukkan kehebatannya dengan beribadah pada Allah selama tiga hari tanpa henti, tanpa tidur, tanpa makan dan tanpa minum. Kemudian ki barshiso berbesit seoalah tak percaya seraya berkata: “saya ini masih tidur, makan dan minum, sedangkan engkau tak makan sama sekali, padahal saya sudah fokus ibadah pada Allah Dua  Ratus Dua Puluh tahun lamanya tapi saya masih tak mampu untuk meninggalkan makan dan minum.

Sudah rapuh ke-imanan-nya, ki barshiso mulai penasaran dan bertanya kepada si ahli ibadah yang tak lain adalah iblis bertopeng : “gimana sih kiat-kiatnya hingga saya bisa seperti dirimu?”, Iblis berkata dengan tipu muslihatnya: “pergilah engkau barshiso, bermaksiatlah pada Allah kemudian taubatlah hingga kau dapati manisnya ketaatan sesungguhnya Dia-lah Dzat Yang Maha Pengasih. Ki Barshiso berkata: “Bagaimana mungkin saya bermaksiat setelah sekian tahun lamanya saya beribadah kepada Allah?”, maka iblis berkata: “manusia itu ketika dia berbuat maksiat maka niscaya dia akan butuh terhadap ampunan”. Sungguh, dengan manisnya kata-kata iblis, barshiso semakin terpengaruh dengan melanjutkan pertanyaannya : “Dosa apa gerangan yang engkau isyaratkan kepadaku”, iblis menjawab: “Zina”, kalo zina saya tidak bisa (jawab barshiso), bagaimana kalau membunuh (tawar iblis), kata barshiso: “saya juga tidak bisa”.

Sudah mangkel mungkin, iblis menyeru tawaran terakhir padanya: “ya sudah, mabuk saja, sesungguhnya ini lebih ringan dan kamu hanya dibenci Allah”. Barshiso berkata “di mana saya bisa dapati itu?”, Iblis berkata: “pergilah kamu ke sebuah desa, kemudian dia pergi dan melihat perempuan cantik seorang diri kemudian dia membeli khamr padanya lalu meminumnya dan mabuk kepayang, tak hanya berhenti disitu, si barshiso juga menyetubuhinya. Selang waktu sebentar, suami si perempuan masuk dan memergokinya, lalu barshiso membunuhnya.

Saat situasi inilah, iblis menjadi kambing hitam dengan menyerupai manusia dan pergi menghadap raja. Raja tak tinggal diam, sang Raja kemudian menghukum barshiso dengan delapan puluh cambukan karena khamr, seratus cambukan karena zina, disalib karena membunuh, ketika disalib inilah iblis datang dengan wujudnya seraya bertanya: “bagaimana kau lihat keadaanmu?”, “barangsiapa berkawankan kejelekan, maka keadaannya akan demikian” jawab barshiso, kemudian Iblis berkata: “kamu ini sudah ibadah dua ratus dua puluh tahun hingga kamu disalib seperti ini, maukah kamu saya turunkan?, “iya mau dan aku akan lakukan apa yang kau mau” (jawab barshiso), Iblis berkata: “sujudlah padaku”, barshiso berkata: “bagaimana aku bisa sujud dengan badan terikat pada kayu ini?”, jawab iblis: “cukup dengan isyarat”, kemudian barshiso bersujud dengan isyarat kepalanya dan kafirlah dia (na’udzubillahi min dzaalik). Setelah dia kafir, syetan berucap “sesungguhnya aku telah bebas darimu, sesungguhnya aku takut pada Allah Tuhan seluruh alam. Sungguh manis tipu daya syetan.

Jadi, tak perlulah kita menyombongkan diri dengan amal kita, tak perlulah kita merasa ke-GR-an paling ahli ibadah karena pada hakikatnya, semuanya adalah Fadhol dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tapi kita harus selalu semangat dalam ibadah, tingkatkan Iman dan Taqwa, karena Allah tak pernah ingkar dengan Janji-Nya.

Semoga Allah menjadikan Iman kita sebagai Siroj (pelita) dan tidak menjadikan iman sebagai Istidroj (solakan). Aamiin.

[Sirojut Tholibin- hal 308)

*Alfan Jamil

Dosen Mahad Aly Nurul Jadid

By

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Chat
1
Assalamualaikum, ada yang bisa kami bantu ?