Akhir tahun 2019 sampai sekarang dunia bahkan Indonesia ditimpa virus yang mematikan (Corona Virus) atau Covid-19 yang muncul pertama kalai di Kota Wuhan Cina dan mematikan ribuan penduduk Wuhan bahkan Kota makmur tersebut berubah menjadi kota mati tak berpenghuni. Sejak virus tersebut masuk ke Indonesia hingga sekarang pasien yang positif 17.205 dan korban meninggal 1.089 jiwa, mengakibtkan masyarakat Indonesi merasa ketakutan dan pemerintah telah melakukan banyak usaha untuk menanggulangi dan mempersedikit penularan virus Corona. Pemerintah telah melarang mudik, acara yang sifatnya besar dan lain-lain di berbagai daerah untuk mengantisipasi banyaknya penularan. Bahkan, pemerintah serta didukung oleh Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyyah bahkan Majlis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa shalat Tarawih, Id, Jamaah bahkan Jum’at di rumah.
Virus Corona hampir mematikan segala aktivitas sosial masyarakat, ekonomi, bisnis, pendidikan, keagamaan, pemerintahaan serta kegiatan berskala besar, sebabnya masyarakat merasa khawatir dengan penularan virus tersebut. Pemerintah, organisasi keagamaan dan ahli kesehatan memberikan intruksi kepada masyarakat untuk senantiasa di rumah.
Di rumah adalah kewajiban bagi kita untuk tidak terjerumus pada bahaya yang fatal, bencana yang bisa merugikan orang lain bahkan keluarga tercinta dan tidak terjangkit penyakit yang belum ditemukan ramuannya. Kaidah Islam mengatakan دفع المفاسد مقدّم على جلب المصالح (menghindar dari bahaya lebih utama dibandingkan melaukan kebaikan).
Sering penulis saksikan prosesi akad nikah hanya diikuti oleh segelintir insan dan acara-acara akbar hanya diamini oleh orang tertentu.
Sebenarnya, banyak hikmah dibalik pencucian dunia ini oleh dzat yang maha segala maha, dunia barangkali perlu diasah dan alam penting untuk disadarkan penghuninya dengan cara Allah swt menciptakan virus Corona, sepaya manusia sadar bahwa kekuatan yang tertinggi hanya miliknya, dunia hanya bagian kecil dari alamnya dan kita tidak ada artinya di sisinya. Keluarga menjadi nomer satu disbanding karir, pekerjaan, rekeji bahkan jabatan.
Seakan-akan tuhan menyuruh kita untuk tinggal di rumah bersama keluarga dan bertafakkur bahwa kita ada yang memiliki yaitu rabbul alamin. Di rumah kita bisa lebih fres, menenangkan jiwa, melepas payah yang senantisi diri ini mengejar dunia dan belajar bahwa suatu saat kita akan tua dan anak-anak yang akan merawat kita.
Terlebih jika kita petik nilai hikmah untuk kita bawa pulang ke Akhirat, bahwa tinggal di rumah akan menyadarkan kita akan rumah terakhir yaitu kuburan, rumah kecil dan gelap.
Pada Ramadlan yang hampir habis ini dan datangnya Syawal menjadi harapan bagi kita untuk menyendirikan diri, batin dan pikiran hanya untuk tuhan, menebar kebaikan kepada sesame dan melihat bahwa kita adalah mereka. Uzlah banyak diartikan sebagai menyendiri dari manusia, menghindar dari keramain dan hanya fokus beribadah kepada rabbul alamin.
Insan akan fokus beribadah dan ingat dengan tuhanya jika ia sendiri, menyatukan batin untuk mengingatnya. Insan yang ia tidak bisa fokus beribadah jika sendiri, melainkan ibadahnya khusyu’ jika ia berkumpul dengan khalayak banyak. Tetapi, uzlah yang benar adalah memfokuskan hati/batin dengan Allah SWT dimanapun kita berada.
Di rumah pada saat suasan serba dibatasi terdapat banyak rahasia-rahasia tuhan :
Pertama, ini adalah sebuah anugrah tuhan untuk dijadikan momen memperbanyak bersamanya, setelah lama kita menduakannya, pada saat ini disaat dunia oleh Allh SWT sedikit dijauhkan. kita harus tertarik dengan karunia ini dengan senantisa memperbanyak membaca al-qur’an. shalat-shalat sunnah, belajar dll. Karunia ini adalah kesempatan bagi kita. Tidakkah kita pernah mendengarkan sabda Muhammad saw, “terdapat dua nikmat dimana manusian rugi mengambil manfaat didalamnya yaitu kesempatan dan kesehatan.”
Kesemapatan inilah kita harus gunakan sebagai bekal pulang ke Akhirat. Dauh KH. Zuhri Zaini, “kalau kita yakin bahwa perjalana Akhirat lebih panjang mengapa kita masih lalai untuk menyiapkannya.”
Kedua, momen di rumah ini adalah waktu untuk merehatkan badan, menyehatkan kembali dan digunakan untuk ibadah kepadanya. Tidakkah kita selalu menggunakan kesehatan ini untuk hal yang tidak jelas tujuannya.
Ketiga, Kondisi seperti ini semoga mampu menundukkan hati dan kepala, merendahkan diri dan merasa hina di depan Allah swt tuhan yang maha segala maha, bahwa banyak agenda dan fenomena alam yang tidak diduga, seperti kasus penyebaran virus Corona hingga melumpuhkan semua kegiatan masyarakat. Membuktikan bahwa sekalipun kita mampu merencanakan tetapi tidak bisa menjamin rencana tersebut apalagi memastikan. Kemampuan kita terbatas dan sungguh kita selau butuh bantuannya.
Keempat, Keadaan seperti ini akan menyadarkan kita bahwa kita hanya melintas di rumah atau dunia yang kita singgahi, rumah besar nan mewah sebentar lagi akan kita tinggal atau kita rumah yang lebih meninggalkan kita seprti bencana banjir dan bencana alam lainnya. Kita yang diseubtkan dalam habis ibarat seorang musafir yang bepergian jauh lalu bernaung di bawah pohon dan kemudian berangkat lagi. Tidak lama lagi tawa akan menjadi tangis dan kegembiaraan akan berubah susah sebab kematian telah datang, kecuali bagi mereka yang shalih dan ikhlas.
Kelima, semoga meyakinkan kita bahwa kita diamanahi keturunan, anak dan keturunan adalah anugrah tuhan. Kita wajib membekali mereka ilmu agama dan menyiapkan segala kebutuhan hidupnya sebagai modal ibadah. Bahwa keluargalah yang akan melanjutkan perjuangan baik kita, senantiasa kita merenung bahwa kita mempunyai amanat besar dalam mengarahkan mereka menjadi manusia shalih dan ikhlas.
Ini, hanyalah tulisan kecil dan karya insan yang tidak amanah, akan tetapi saya berharap semoga tulisan ini menjadi kebaikan untuk kita semua. Amien.
Oleh : Ainol Yaqin Mannan, M.EE
Editor : Alfin Haidar Ali