Pada Ahad (02/10), Kiai Muhammad al-Fayyadl, M.Phil memberikan tiga usulan dalam acara halaqah fikih peradaban.  Mudir Mahad Aly Nurul Jadid tersebut merupakan salah satu pemateri acara yang dihelat Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton.

Usulan yang pertama adalah tentang konsep darud dakwah yang menggantikan konsep darul harbi. Sebagaimana kita ketahui, bahwa selama ini konsep darul Islam (negara Islam, red) itu merupakan lawan dari darul harbi.

“Konsep darul harbi (negara yang wajib diperangi, red) tersebut dihapus dan diganti dengan darud dakwah. Darud dakwah ini ada dua, yakni darut tho’ah dan darud ma’ashi, dzulmi wal fusuqi sebagai ekspresi paling luar dari kekafiran Jadi, darud dakwah ini bukan lawan dari darul islam sebagaimana darul harbi merupakan lawan/musuh dari dari darul islam”, ungkapnya dihadapan para peserta halaqah.

Usulan ke dua yakni tentang negara suaka. Usulan ini berangkat dari kisah sahabat nabi yang bernama Abdurrahman bin ‘Auf, seorang suadagar kaya raya yang kediaman rumahnya menjadi tempat menerima para delegasi dari kalangan arab maupun non arab.

Komplek kediaman rumah Aburrahman bin Auf ini disebut sebagai darud dhifan atau rumah yang menerima tamu-tamu. “tentu ya, untuk tamu ini bukan hanya dari kalangan Islam saja, tapi berbagai macam latar belakang diplomat atau utusan, baik agama, suku, ras dan etnik yang bermacam-macam,” ungkap pria lulusan Universitas Sourbonne, Prancis tersebut.

Dari konsep ini, bila dikontekstualisasikan ke dalam dunia internasional atau tatanan dunia baru, akan melahirkan konsep “negara suaka”. Negara suaka ini penting sekali, terutama ketika suatu negara terjadi konflik atau warga negaranya sedang mencari pengungsian saat terjadi tindakan kekerasan di negara asalnya.

Usulan ke tiga adalah hifzul bi’ah atau menjaga lingkungan dimaknai dengan hifzul balad / hifzhul wathoni (menjaga negara) sebagai salah satu konsep maqsohid syariah dalam konteks tatanan dunia baru. Pentingnya keamanan dan stabilitas negara untuk menjalan syariat dan ajaran agama bagi penduduk dan masyarakat di dalamnya.  “Karena semua (maqoshid) dari an-nafs (menjaga jiwa), ad-din (menjaga agama), al-mal (menjaga harta), an-nasl (menjaga keturunan) -dan al-aql- (menjaga akal) itu tidak akan berguna ketika negara diinvasi dan dikoloni,” tegas Gus Fayyadl.

Pentingnya keamanan dan stabilitas negara untuk menjalan syariat dan ajaran agama bagi penduduk dan masyarakat di dalamnya.

 

Suasana Halaqah Fikih Peradaban di Aula 1 Nurul Jadid

 

“Contoh konkritnya adalah ketika muslim rohingnya, ketika terjadi penindasan di Myanmar, mereka bermigrasi mencari tempat tinggal atau negara yang mau menerima mereka. Mereka bisa bertempat di negara suaka tersebut untuk menampung mereka,” tambah Gus Fayyadl.

Pada acara yang bertajuk “fikih siyasah dan tatanan dunia baru”, Gus Fayyadl  menjelaskan tentang peradaban dunia, geopolitik internasional, ciri-ciri fikih siyasah era imperium Islam hingga masail fiqhiyah yang muncul dalam menyikapi tata dunia aktual hari ini. Beliau membuat catatan ringkas sebanyak dua halaman yang dibagikan kepada setiap peserta halaqah.

Beliau merupakan pemateri ketiga setelah KH. (Dr.) Afifuddin Muhadjir, Gus Ulil Abshar Abdallah lalu K. Muhammad al-Fayyadl. Dan, penyaji terakhir adalah P. Saeful Bahar selaku dosen Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya.

By Alfin Haidar Ali

Mahasantri Semester Akhir Ma'had Aly Nurul Jadid

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Chat
1
Assalamualaikum, ada yang bisa kami bantu ?