1. Lelang Baju Santri Yang Berserakan
Sudah menjadi hal yang lumrah di suatu pondok seperti Pondok Pesantren Hamalatul Qur’an (Jombang), banyak pakaian yang berserakan di kamar mandi maupun di tempat-tempat yang lain. Sebagai bentuk perhatian dari pengurus kebersihan, biasanya si B mengumpulkan dan mengumumkan pakaian tersebut sebelum dilondre. Setelah dilondre pakaian tersebut dilelang kepada santri yang berminat untuk mengambilnya.
PERTANYAAN :
a. Dapatkah dibenarkan tindakan yang dilakukan si B melelang baju kepada santri?
b. Jika terjadi kerusakan pada pakaian yang sudah ditebus, lalu pemilik baju yang asli mengakui pakaian tersebut, siapa yang wajib menggantinya?
Sa’il: Sayyidul Anam
(Ma’had Aly Semester 4)
2. Jejak Kaki Anjing Dimana-Mana
Sukri seorang alumni pesantren yang berdomisili di Badung, Denpasar, Prov. Bali. Ia penganut madzhab Syafi’i. Di daerah tersebut banyak anjing liar berkeliaran. Rumah-nya terletak jauh dari keramaian, yakni sebuah gubuk di area persawahan, yang ketika musim hujan tanah di lingkungan sekitar-nya menjadi becek. Saat keluar rumah, ia selalu menjumpai banyak jejak kaki anjing di jalan yang akan ia lewati. Tak hanya di jalan-jalan, bahkan ketika hujan mengguyur di malam hari, anjing kadang naik ke teras luar rumah warga termasuk rumah Sukri, dan anjing menyisakan jejak kaki yang lumayan banyak. Untuk menghindar dari jejak kaki tersebut sangatlah sulit, masa’ ia harus jalan berhati-hati dengan jinjit dan wajib setiap saat menyucikan kakinya yang kena najis dengan 7 basuhan yang salah satunya dia harus repot-repot cari debu sebagai campuran. Jika harus berhati-hati, dia akan selalu terlambat serta terbengkalai melaksanankan kewajibannya di luar rumah. Rumahnya juga tempat pembinaan baca tulis qur’an, sehingga setiap petang ia selalu di datangi murid-muridnya. Saat mereka datang ke rumah Sukri, Mereka tidak berhati-hati, menurut keyakinan Sukri kakinya pasti pernah tersentuh lumpur najis itu, kemudian masuk kerumah Sukri dengan kaki mereka yang basah kena cipratan. Sukri merasa sangat bingung dan kesulitan, sebab ini terjadi hampir setiap hari, selama musim hujan. Memang, pengetahuan agamanya tidak begitu mendalam, yang ia tau bahwa Imam Malik berpendapat bahwa Anjing tidak najis. Nah, karena tidak ingin repot-repot dalam hal najis (anjing/mughallazah) ia mengikuti pendapat Imam Malik, sedangkan dalam ibadah lain ia tetap dengan pendapat Madzhab Syafi’i.
PERTANYAAN
1. Apakah yang di lakukan Sukri dapat di benarkan?, jika tidak, bagaimanakah solusi yang tepat untuk kasus tersebut?
2. Seandainya kasus ini termasuk dalam pembahasan Ammah al-Balwa, bagaimanakah sebenarnya konsep Ammah al-Balwa sendiri?, apa setiap hal yang sulit dihindari bisa masuk Ammah al-Balwa?
3. Apakah yang di lakukan Sukri termasuk kategori talfiq?
Sa’il: Zafrul Hodaili
(Ma’had Aly Semester 6)