Barangkali, diantara kitab yang paling populer di telinga kita yang menjelaskan tentang etika atau adab-adab bagi pencari ilmu (santri) ataupun ahli ilmu (guru) adalah Ta’lim al-Mutaallim karya Syekh Zainuddin az-Zarnuji. Belakangan ini yang cukup terkenal adalah kitab Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim karya Hadratussyekh Mbah Hasyim Asy’ari.
Akan tetapi, di desa kecil bernama Karanganyar, Paiton, Probolinggo, lahir sebuah karya yang berjudul Roudhotul Muttaqin karya Alm. Dr. K.H. Moh. Romzi al-Amiri Mannan, S.H., M.H.I. Judul lengkap kitab ini adalah Raudhat al-Muttaqȋn Mukhtashar Âdȃb al-‘Ulamȃ wa al-Muta’allimȋn. Sebagaimana judulnya, kitab ini merupakan ringkasan atau mukhtasar dari kitab Âdȃb al-‘Ulamȃ wa al-Muta’allimȋn karya Syaikh Al-Husain ibn al-Manshūr al-Yamanȋ.
Yang menjadi pembeda karya almarhum Kiai Romzi ini adalah, beliau mengikhtisari sebuah kitab karya seorang tokoh penganut mazhab teologi syiah dari sub-sekte Zaidiyah yang memang cukup dominan di Yaman selain kelompok ahlussunah wal jama’ah. Uniknya lagi, uraian dalam kitab asal, yakni kitab Âdȃb al-‘Ulamȃ wa al-Muta’allimȋn tidak mengurai hal-hal yang bertentang dengan apa kita pahami selama ini tentang adab mencari dan menyebarkan ilmu sebagaiaman yang telah diajarkan di pesantren-pesantren.
Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari dalam kitab Maqalat al-Islamiyyin, membagi kelompok syiah menjadi tiga kelompok utama, yaitu Syiah Ghaliyah, Syiah Rafidhah dan Syiah Zaidiyah. Syiah Ghaliyah merupakan kelompok ekstrimis yang mempertuhankan Sayyidina Ali bin Abi Thalib radhiyallȃhu anhu. Sedangkan Syiah Rafidhah adalah golongan yang menolak kekhalifahan Abu Bakar ash-Shiddiq dan ‘Umar bin Khatab radhiyallȃhu anhuma. Sedangkan Syiah Zaidiyah merupakan Zaid bin Ali bin al-Husain bin Ali bin Abi Thalib. Kelompok yang terakhir terpecah lagi jadi enam sub-sekte.
Tidak jelas, Syaikh Al-Husain ibn al-Manshūr al-Yamanȋ masuk kelompok sekte yang mana. Akan tetapi, menurut pengamatan Kiai Zainul Mu’in Husni, Rois Syuriah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Situbondo saat ini, beliau masuk dalam kelompok Zaidiyah moderat seperti Syekh al-Shan’ani, pengarang kitab Subul al-Salam Syarah Bulugh al-Maram.
Jadi, sebenarnya sah-sah saja Kiai Romzi memilih kitab Syaikh Al-Husain ibn al-Manshūr untuk dijadikan sebuah kitab mukhtasor. Apalagi Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak melarang sedkitpun pada kita untuk memetik hikmah dari manapun sumbernya. “Hikmah merupakan barang hilangnya orang mukmin. Dimanapun ia menemukannya, maka ia lebih berhak memungutnya”. (Hadits)
pada tahun 2020, Badan Eksekutif Mahasantri (BEMs) Ma’had Aly Nurul Jadid pernah mengadakan festival turats. Saat itu, saya menjadi bagian sekretarisnya. Dan, pada saat penutupan, ada acara bedah kitab “Roudhotul Muttaqin” yang narasumber awal adalah Kiai Zainul Mu’in Husni dan pengarag kitab, yakni K.H. Moh. Romzi al-Amiri Mannan.
Kiai Zainul Mu’in telah memberikan catatan serius terhadap karya ini. Beliau memberikan banyak masukan, baik berupa beberapa permasalahan yang perlu dijawab/dijelaskan ataupun koreksi atas beberapa kesalahan.
Dalam poin beberapa permasalahan yang perlu dijelaskan, Kiai Zainul mencatat sebanyak delapan persoalan. Sedangkan terkait poin koreksi atas beberapa kesalahan, Kiai Zainul berhasil mencatat 35 koreksi atas kitab tersebut.
Sebelum mengoreksi, Kiai Zainul mengungkapkan ucapan yang tulus karena mengoreksi karya beliau.
“Seperti kata pepatah, Tak Ada Gading yang Tak Retak, demikian pula tak ada karya tulis yang terbebas dari kesalahan, setidaknya salah dalam perspektif pembacanya. Berikut ini koreksi saya terhadap beberapa hal yang menurut saya salah dan, oleh karenanya, perlu pembetulan atau sebenarnya tidak salah tetapi perlu penjelasan saja. Untuk itu, sebelumnya saya mohon maaf yang teramat tulus kepada Kyai Romzi,” tulis mertua Gus Muhammad al-Fayyadl tersebut.
Meskipun mungkin terasa pedas kritikan tersebut, sejatinya Kiai Zainul juga mengakui bahwa kitab ini sungguh luar biasa menarik.
“Terlepas dari semua itu, satu hal ingin saya katakan, yaitu bahwa kitab ini luar biasa dan sangat menarik. Yang paling menarik di antaranya adalah cakupan bahasannya yang sangat luas sehingga nyaris tidak menyisakan satu butir pun tata kesopanan di majlis ilmu tanpa dibahas,” tambah Kiai Zainul.
Bagaimana tidak dikatakan demikian, bila hal-hal kecil dan detail perihal adab ke dua belah pihak, antara santri dan gurunya dibahas secara jelas. Contoh kecilnya adalah bagaimana etika santri yang telat masuk ke dalam kelas (saat murid yang lain tiba terlebih dahulu), bagaimana cara santri bertanya pada gurunya terkait materi yang tidak ia pahami dan sepakati, bagaimana cara menyerahkan kertas pada gurunya hingga bagaimana menyerahkan sebuah pisau pada gurunya.
Semua tak luput dari bahasan kitab ringkasa seperti ini. Kitab ini ringkas, padat, jelas dan lugas. Meski relatif tipis yang berisi 107 halaman, isi kitab ini sangat berbobot sekali. Hal ini menunjukkan luasnya kedalaman ilmu serta ketekunan pengarang dalam menelaah literatur khazanah keislaman.
Sekian. Terimakasih.
Nama Kitab : Raudhat al-Muttaqȋn Mukhtashar Âdȃb al-‘Ulamȃ wa al-Muta’allimȋn.
Pengarang : Alm. Dr. K.H. Moh. Romzi Al-Amiri Mannan, S.H. M.H.I.
Jumlah Halaman : 107 Halaman
Tentang : Etika Santri dan Guru
Peresensi : Alfin Haidar Ali