Ustadz Abdus Somad, da’i sejuta netijen, alumni al-Azhar dan Darul Hadis Maroko dalam sebuah kesempatan ditanya oleh para jamaahnya perihal madzhab yang tepat untuk dirinya. Kebetulan si penanya seorang seorang muallaf yang masih tahap belajar.
Menanggapi pertanyaan tersebut Ustadz Abdus Somad kemudian menceritakan sedikit tentang pengalamannya saat belajar di Darul Hadis Maroko. Negara maroko mayoritas bermadzhab Maliki, dimana Ustadz Abdus Somad belajar madzhab Maliki kepada kiai-kiai yang bermadzhab Maliki,
“Tapi kenapa saya pulang ke Indonesia tetap bermadzhab Syafi’i?” Tanya ustadz Abdus Somad yang kemudian di susul dengan jawabnnya, “karena guru-guru saya, mayoritas lingkungan saya bermadzhab Syafi’i, sehingga memudahkan saya untuk belajar dan mengamalkan islam dengan madzhab Syafi’i”.
Berkaitan dengan hal ini, ada cerita menarik dari Qodhi Abu Ya’la dan seorang pemuda yang ingin belajar kepadanya, berikut kisahnya :
Qadhi Abu Ya’la pernah didatangi oleh seorang pemuda yang berasal dari daerah yang bermadzhab Syafi’i. Qadhi Abu Ya’la merupakan seorang ulama’ yang bermadzhab Hambali. Tujuan pemuda tersebut ingin belajar Fikih Madzhab Hambali kepada Qodhi Abu Ya’la.
Apa yang di katakan Abu Ya’la?Apakah beliau memperkenankan pemuda tersebut mendalami fikih hambali? Ternyata Qadhi Abu Ya’la tidak berkenan untuk mengajari pemuda tersebut.
Dalam kitab tarikh al-islam, Imam Dzahabi mencatat dialog antara Qadhi Abu Ya’la dengan Pemuda tersebut, berikut cuplikannya
Qodhi Abu Ya’la berkata,
ﺃﻧﺖ ﺷﺎﻓﻌﻲ، ﻭﺃﻫﻞ ﺑﻠﺪﻙ ﺷﺎﻓﻌﻴﺔ، ﻓﻜﻴﻒ ﺗﺸﺘﻐﻞ ﺑﻤﺬﻫﺐ ﺃﺣﻤﺪ؟
“Kau bermadzab Syafi’i, warga negaramu juga pengikut Syafi’i, Mengapa kau ingin belajar Madzhab Hanbali.?”
Kemudian si pemuda menjawabnya
ﻗﺎﻝ : ﻗﺪ ﺃﺣﺒﺒﺘﻪ ﻷﺟﻠﻚ
“Saya senang dengan Madzhab Hanbali karena saya senang pada Anda.”
Lalu Qodhi Abu Ya’la menasehati si pemuda niscaya berkata:
ﻓﻘﺎﻝ: ﻳﺎ ﻭﻟﺪﻱ ﻣﺎ ﻫﻮ ﻣﺼﻠﺤﺔ. ﺗﺒﻘﻰ ﻭﺣﺪﻙ ﻓﻲ ﺑﻠﺪﻙ ﻣﺎ ﻟﻚ ﻣﻦ ﺗﺬاﻛﺮﻩ، ﻭﻻ ﺗﺬﻛﺮ ﻟﻪ ﺩﺭﺳﺎ، ﻭﺗﻘﻊ ﺑﻴﻨﻜﻢ ﺧﺼﻮﻣﺎﺕ، ﻭﺃﻧﺖ ﻭﺣﻴﺪ ﻻ ﻳﻄﻴﺐ ﻋﻴﺸﻚ
“Wahai anakku, itu tidak baik.!
Kau akan menyendiri di daerahmu, tidak ada yang bisa diajak belajar denganmu, Kau akan mengalami permusuhan sementara kau seorang diri ini, hidupmu tidak akan baik.”
Kemudian Qodhi Abu Ya’la mengantarkan si pemuda tadi kepada Abu Ishaq.
Dari cerita tersebut mengandung tips dalam memilih madzhab, yakni pilihlah madzab mayoritas karena itu akan memudahkan dalam belajar dan bertanya ketika ada kemusykilan serta dapat meminimalisir perselisihan di antara masyarakat.
Memilih madzhab layaknya membeli sepeda motor atau mobil. Bagaimana? Belilah sepeda/mobil yang suku cadangnya banyak tersedia, agar jika terjadi kerusakan mudah memperbaikinya.
Memang dalam agama islam tidak ada ketentuan dan kriteria khusus dalam memilih madzhab, sama seperti tidak ada larang dalam memilih sepeda motor atau mobil. Boleh saja kita membeli motor Ducati, mobil Lamborgini, tapi ya itu tadi sperpat harus impor dulu dari eropa beda dengan Yamaha atau Toyota yang suku cadangannya sudah bertebaran di seantero nusantara.
Penulis : Ach. Qusyairi As-Salimy (Mursyid Ma’had Aly Nurul Jadid)
Sumber gambar : bimbinganislam.com