Nama merupakan salah satu elemen penting dalam semua hal. Dengan nama, sesuatu itu bisa dengan mudah dikenal.

Saat anda menyebut hewan yang bernama kuda, pasti dalam bayangan anda muncul hewan gagah berani, larinya kencang, ekornya panjang dan dulu digunakan sebagai tunggangan saat perang.

Begitu juga saat anda mendengar kata burung cendrawasih, niscaya alam pikiran anda langsung tertuju kepada seekor burung dengan bulu-bulu indah, ekornya mekar dengan warna-warni yang terkombinasi dengan indah.

Itulah salah satu fungsi sebuah nama. Dengan nama kita mudah mengidentifikasi dan mengenali sesuatu. Tanpa nama orang akan bingung memberikan diskripsi tentang sesuatu tersebut. Contoh, di Paiton ada toko yang menjual alat-alat elektronik, toko tersebut sebanarnya laris tapi sayang tidak memiliki nama, sehingga saat ada seorang bertanya, “beli dimana lampu ini?” Yang di tanya pasti akan bingung, akhirnya ia menjawab dengan imajinya sendiri, “saya membelinya di toko elektonik daerah paiton, timurnya jembatan, dekat dengan masjid kubah labu sebelah selatan jalan, tokonya jelek, dekil, milik china tapi selalu rame.”

Huuffft…jawabannya panjang sekali bukan! Itupun belum tentu yang bertanya bisa mengindentifikasikannya. Padahal, seandainya toko tersebut punya nama katakanlah “Toko Cahaya Elektronik”, mungkin ia hanya akan menjawab ” Beli di Toko Cahaya Elektonik ” di daerah paiton. Selesai!

Tidaklah mengherankan apabila hampir semua yang ada di semesta ini memiliki nama, mengingat ia sangatlah urgen.

Ilmu sebagai suatu bentuk pengetahuan mempunyai spesifikasi kajian tersendiri, maka penting kiranya untuk membedakan antara satu fan ilmu dangan fan lainnya membutuhkan sebuah “Nama”. Namun terkadang ada fan ilmu yang memiliki beberapa nama sekaligus, salah satunya adalah “Ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah berfikir agar terhindar dari kesalahan berfikir”

Syekh Damahuri dalam Idhohul Mubham mencatat setidaknya ada 3 nama untuk fan ilmu ini. Namun dalam Kitab Natijatul Muhtam, sebuah kitab penjelasan dari syarh idhohul mubham, karya ulama Indonesia, Asif Abdul Qodir al-Jilani menambahkan 5 nama lagi. Dengan demikian, fan ilmu ini mempunyai sekitar 8 nama;

Pertama, Ilmu Mantiq, Imam al-Bannani berkata ” Sebagian ulama mantiq memberi nama ilmu ini dengan nama mantiq karena mantiq sendiri mempunyai tiga makna; pertama beberapa pemahaman yang bersifat menyeluruh (al-idzrakat al-kulliyat). Kedua, kemampuan berfikir ( al-quwwah al-aqliyah) sebagai sumber lahirnya pemahaman di atas, ketiga, penyampaian (pengucapan) atas beberapa pemahaman.

Kedua, Mi’yar Ilmu (standar ilmu), penamanan ini di berikan oleh Hujjatul Islam Imam Ghazali, bahkan di jadikan nama kitab dalam bidang ilmu ini. Mi’yar sendiri adalah :

ما يختبر به الشيئ ليعرف نقصانه من تمامه حسيا او كان معنويا

Sesuatu distandarisasi agar kekurangan dan kesempurnaannya dapat di ketahui baik secara kasat mata (hissi) ataupun ma’nawi.
Denga demikian, mi’yar ilmu merupakaan sebuah ilmu yang menjadi standard pengujian terhadap sesuatu.

Ketiga, Ilm Mizan (ilmu pengukur), Adapun alasan penamaannya, ialah karena dengan ilmu ini akan membantu membedakan antara pemikiran (fikr) yang benar (shohih) dan yang salah (fasid). Sebagaimana kesempurnaan dan kekurangan suatu barang dapat di ketahui dengan timbangan/alat pengukur

Keempat, Miftah al-Ulum al-Aqliyah (Kunci ilmu-ilmu yang bisa di nalar dengan akal) karena ilmu ini, dapat membuka “pintu-pintu” ilmu lainnya. Artinya ilmu ini dapat menjadi jalan untuk sampai kepada sebuah ilmu pengetahuan, tulis Syekh Ali Qosshoroh dalam kitab Makhtut.

Kelima, Khodim al-Ulm, penamaan ini disematkan oleh Abu Ali. Beliau memberikan argumen di balik penaman tersebut dalam kitab Kaysfu al-Dunun. Menurut Abu Ali, Ilmu ini menjadi sebuah alat untuk menghasilkan ilmu kasbii (hasil usaha), nadlori (butuh pemikiran) dan amaliyah (pengamalan)

Keenam, Rois al-Ulum (Pimpinannya ilmu-ilmu), Abu Nasr Al-Farobilah yang memberikan nama ini. Hal ini, di karenakan ilmu ini menjadi hakim bagi seluruh ilmu, benar dan “sakitnya”, kuat dan lemahnya.

Ketujuh, Muqodimah Ulum (Pendahuluan bagi ilmu -ilmu), sama seperti penamaan mi’yar ilmu, pencetus nama ini juga Imam Ghazali, beliau menyinggungnya dalam kitab al-mustasfa.

Kedelapan, Ilmu Umami (Ilmu “sejuta” umat), penamaan ini di nisbatkan kepada lafadz امم (umat-umat), jamak dari lafadz امة, hal ini lebih di sebabkan umat butuh terhadap ilmu ini. Ini adalah pendapat guru-guru dari pengarang kitab natijatul muhtam hasyiahnya kitab idhohul mubham, Ashif Abdul Qodir Jailani.

Semua penamaan diatas mempunyai landasan filosofi dan sudut pandang tersendiri. Namun meski demikian, diantara delapan nama tersebut, nama Mantiq yang lebih banyak di pakai, lebih populer, dikalangan para pecinta ilmu logika. Bahkan ulama yang pakar dalam bidang ini di sebut manatiqoh (ahli mantiq).

Sekian.

Penulis : Ahmad Qusyairy as-Salimy (Dosen Mahad Aly Nurul Jadid)

By Alfin Haidar Ali

Mahasantri Semester Akhir Ma'had Aly Nurul Jadid

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Chat
1
Assalamualaikum, ada yang bisa kami bantu ?