Dalam kehidupan sehari-hari, umat manusia biasa melakukan transaksi dengan yang lain, termasuk non muslim. Bahkan ajaran Islam sangat menganjurkan kepada kita untuk saling mengenal diantara sesama. Hal ini tergambar dengan jelas dalam firman Allah surat al-hujurat ayat 13 :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya : Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Termasuk dari pergaulan manusia dengan yang lainnya adalah adanya undangan untuk menghadiri pernikahan kolega atau kenalan kita yang non-muslim. Secara tidak langsung, kita dituntut untuk menghadiri undangan tersebut mengingat ia adalah teman atau yang lainnya, demi menjaga hubungan antar sesama.
Lalu, bagaimana pandangan fikih ketika kita sebagai umat islam menerima undangan untuk menghadiri acara pernikahan dengan non muslim. Tetap wajibkah kita untuk menghadiri undangan tersebut?
Untuk menjawab persoalan ini, terdapat keterangan dalam kitab hasyiyah jamal, karangan Syekh Sulaiman Al-Jamal. Sosok ulama mazhab Syafi’i yang hidup pada abad ke 12 hijriah.
وَإِنَّمَا تَجِبُ الْإِجَابَةُ أَوْ تُسَنُّ ( بِشُرُوطٍ مِنْهَا إسْلَامُ دَاعٍ وَمَدْعُوٍّ ) فَيَنْتَفِي طَلَبُ الْإِجَابَةِ مَعَ الْكَافِرِ لِانْتِفَاءِ الْمَوَدَّةِ مَعَهُ
Artinya : hanya saja wajib atau sunah menghadiri undangan acara pernikahan dengan beberapa syarat. Diantaranya adalah islamnya orang yang mengundang dan di undang. maka tuntutan untuk menghadiri undangan orang kafir itu menjadi tiada karena tidak adanya kasih sayang bersama mereka (kafir).
وَالْقِسْمُ الثَّالِثُ : وَهُوَ كَالْمُتَوَسِّطِ بَيْنَ الْقِسْمَيْنِ الْأَوَّلَيْنِ هُوَ أَنَّ مُوَالَاةِ الْكُفَّارِ بِمَعْنَى الْرُكُوْنِ إِلَيْهِمْ وَالْمَعُوْنَةِ ، وَالْمَظَاهِرَةِ ، وَالنُّصْرَةِ إِمَّا بِسَبَبِ الْقَرَابَةِ ، أَوْ بِسَبَبِ الْمَحَبَّةِ مَعَ اعْتِقَادِ أَنَّ دِيْنَهُ بَاطِلٌ فَهذَا لَا يُوْجِبُ الْكُفْرَ إَلَّا أَنَّهٌ مَنْهِيٌّ عَنْهُ ، لِأَنَّ الْمُوَالَاةَ بِهَذَا الْمَعْنَى قَدْ تَجٌرُّهٌ إِلَى اسْتِحْسَانِ طَرِيْقَتِهِ وَالرِّضَا بِدِيْنِهِ ، وَذلِكَ يُخْرِجُهُ عَنِ الْإِسْلَام
Artinya : Ketiga, tolong-menolong yang disebabkan jalinan kekerabatan atau karena kesenangan, disertai sebuah keyakinan bahwa agamanya adalah agama yang tidak benar. Hal tersebut tidak menjerumuskan seorang mukmin pada kekafiran, tetapi ia tidak diperbolehkan (menjalin ikatan di atas). Sebab jalinan yang semacam ini terkadang memberi pengaruh untuk memuluskan jalan kekafiran dan kerelaan terhadapnya. Dan faktor inilah yang dapat mengeluarkannya dari Islam”
Sehingga dapat kita simpulkan bahwa menghadiri undangan acara pernikahan non muslim adalah tidak wajib. Namun bila dengan menghadiri walimah tersebut ada perasaan senang dan disertai keyakinan bahwa agamanya adalah agama yang tidak benar, maka haram menghadiri walimah. Demikianlah artikel singkat ini. Semoga bermanfaat. Sekian. Terima kasih.
*Alfin Haidar Ali, Mahasantri Mahad Aly Nurul Jadid.