Haid merupakan qodrah bagi seorang wanita. Namun, terkadang banyak juga sebagian perempuan kebingungan mengenai hukum haid jika dikolerasikan dengan ibadah yang lain, seperti halnya puasa, terlebih ketika masa sucinya jatuh pada malam hari.
Di mana presepsi mereka untuk bisa melakukan puasa terlebih ramadhan, harus melakukan niat setelah mandi besar. Karenanya, sebagian mereka ada yang rela bangun dini hari untuk melakukan mandi besar yang tak lain hanya agar dia bisa melakukan niat puasa dan berpuasa di keesokan harinya. Bahkan ada pula yang sampai-sampai tidak berpuasa dengan alasan belum mandi besar.
Dalam menyikapi hal tersebut, ulama sepakat bahwa melakukan niat puasa tidak perlu menunggu selesai mandi. dijelaskan dalam kitab an-Nihayatu al-Muhtaj :
فإذا انقطع ) دم الحيض في زمن إمكانه ومثله النفاس ( لم يحل قبل الغسل ) أي أو التيمم ( غير الصوم ) لأن الحيض قد زال وصارت كالجنب وصومه صحيح بالإجماع
Artinya: “Apabila darah haid seseorang telah terputus (berhenti) dalam masa yang memungkinkan haid (seumpama haid ialah nifas), maka baginya tidak halal sebelum mandi atau tayammum kecuali puasa. Karena sesungguhnya haid ialah telah hilang (berhenti) dan perempuan tersebut seperti halnya berjunub dan puasanya sah sesuai kesepakatan ulama”.
Dari sini dapat kita fahami bahwa patokan seseorang untuk bisa melakukan puasa ialah ketika darah tersebut telah berhenti bukan ketika selesai mandi besar. Jadi, tatkala darah haid/nifas kalian berhenti tengah malam yang tidak memungkinkan untuk melakukan mandi besar, kalian bisa melakukan niat terlebih dahulu yang kemudian bisa dilanjut dengan mandi besar walau telah masuk waktu subuh.
Hal ini juga dipraktekkan oleh nabi Muhammad saw. namun mandi besar dalam konteks junub. Sedang junub, bisa disamakan dengan haid/nifas
فإِنَّ عَائِشَةَ وَأُمَّ سَلَمَةَ قَالَتَا : نَشْهَدُ عَلَى رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أِنْ كَانَ لِيُصْبِح جُنُبًا مِنْ غَيْرِ احْتِلاَمٍ ثُمَّ يَغْتَسِل ثُمَّ يَصُومُ
Artinya: “sesungguhnya Sayyidah Aisyah dan Sayyidah Ummu Salamah berkata: ‘kami bersaksi bahwa Rasulullah saw. masuk waktu pagi dalam keadaan junub tanpa ihtilam (mimpi basah) kemudian mandi dan berpuasa’”
Dari hadist yang tertera dalam kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyah di atas, bahwasannya Nabi Muhammad melakukan mandi pada waktu subuh, dimana kita tau bahwa waktu subuh merupakan waktu masuknya puasa.
Dalam kitab ibanah al-Ahkam juga dijelaskan diperbolehkannya mengakhirkan mandi junub bagi orang yang berpuasa:
جواز تأخير الغسل من الجنابة للصائم إلى ما بعد طلوع الفجر والأفضل التعجيل بالغسل قبل الفجر
Artinya: “boleh mengakhirkan mandi dari junub bagi orang berpuasa sampai waktu setelah terbitnya fajar. Dan yang lebih utama ialah menyegerakan mandi sebelum fajar”
Dari keterangan diatas, bagi orang yang hendak melakukan puasa diperbolehkan mengakhirkan (menunda) mandi junub (haid/nifas) hingga setelah terbitnya fajar(subuh). Walau yang lebih utama ialah menyegerakan mandi besar sebelum fajar (subuh).
