Tugas kita sebagai santri adalah mengkomunikasikan ajaran ulama’ salafus sholeh yang termaktub dalam kitab-kitab berbahasa arab, kitab yang tidak ada syakalnya itu. Tentu, teknik dan caranya bervariasi sesuai dengan passion masing- masing. Akan tetapi yang perlu digarisbawahi adalah dakwah tersebut di sampaikan dengan cara-cara kekinian misalnya dengan membuat konten vidio dakwah, portal online, meme dakwah, infografis, novel islami maupun lewat sinetron islami.

“Wahai Kaum Muslim,” didiklah anak-anak mu sesuai dengan zamannya karena mereka hidup bukan pada zamanmu”, demikian ungkapan Sayyidina Ali bin Abi Tholib Meski maqolah tersebut ditujukan kepada orang tua dalam mendidik anaknya. Namun maqolah tersebut di terapkan dalm konteks dakwah karena tujuan sama yakni mendidik. Seyogyanya pendekatan dalam medidik umat haruslah mengikuti zaman, mengingat setiap zaman memiliki tantangan, kecenderungan dan kesukaan tersendiri. Caranya, Ikuti tren mereka, bersamai mereka, kemudian tuntunlah sesuai ajaran Rasulullah.

Mengenai hal ini, terlepas dari ideologi dan organisasinya, saya mengapresiasi kapada Ustadz. Abdul Shomad dengan takbir kabarnya, Ustadz Hannan Attaki dengan Kajian Pemuda Hijrahnya (Shift), Felix Siauw dengan Yuk Ngajinya dan Youtube Hijab Alilanya, Squad Artis Hijrah dengan Hijrah Festnya, Sidogiri dengan buletinnya, kemudian ustadz Ustad Salafi dengan Portal Online dan Kajiannya. Mereka semua sukses menggaet simpati dari masyarkat khususnya anak muda. Sehingga mereka mempunyai banyak pengikut setia.

Setiap agenda yang mereka adakan selalu membludak di penuhi banyak pengunjung. Mereka secara perlahan lahan menyampaikan ajaran, ideologi dan idealismenya. Tegoklah hasilnya, hijrah sekarang menjadi trend, jumlah subscrebe dan viewnya mencapai ratusan ribu bahkan jutaan. Nah, inilah yang perlu kita kloning dengan penyesuaian disana-sini, agar ajaran ahlussunnah waljamaah an nahdliyah tetap eksis.

Sebenarnya modal utama kita miliki, ajaran ulama’ kita baik fikih, akhlak, tasawwuf semua telah terkodifikasi kedalam kitab kuning lebih dari cukup untuk membentuk masyarakat khairo ummah (ummat terbaik) dan baldatun tayyibatun wa robbun ghafur (negeri yang sentosa dan tuhan mengampuni). Tinggal bagaimana kita mengemasnya, membrandingnya dan mengkomunikasikannya agar sesuai minat dan kecenderungan masyarakat masa kini, sekali lagi, karena al-insan abnau az-Zaman, manusia adalah anak zamannya.

*Ach. Qusyairi S.E.

Dosen Ma’had Aly Nurul Jadid.

By

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Chat
1
Assalamualaikum, ada yang bisa kami bantu ?