Didalam agama islam semua aspek kehidupan diatur dengan baik dan sedeteil mungkin sekalipun barupa hal-hal yang dikatagorikan remeh menurut kita, juga sesuatu yang berkaitan dengan semua barang dan mengenai segala sesuatu yang bisa kita manfaatkan kegunaannya.
Apabila kita menggunakan tanpa adanya akad yang sah atau memanfaatkan tanpa izin dari pemiliknya maka prilaku tersebut dikatagorikan sebagai ghosob.
Ghosob secara bahasa didalam kitab fathul mu’in dijelaskan sebagai berikut:
الغصب استيلاء على حق غير ولو منفعةً
yaitu menguasai suatu haq orang lain dengan cara yang tidak sebenarnya sekalipun haq itu yang berupa harta atau kemanfaatan.
Tentunya hal ini merupakan prilaku yang tercelah dalam agama islam, lalu kemudian kesepakan ulama menghukumi prilaku ghosob tersebut sebagai dosa besar sekalipun barang yang dighosob barupa hal yang dianggap remeh dikarnakan prilaku ini berpotensi sangat merugikan bagi orang yang dighosob
Hal ini berdasarkan firman Allah Di dalam Alquran Surat Al Baqarah ayat 188:
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya:
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqoroh : 188).
Dan juga berdasarkan sabda Rasulullah SAW, Yakni:
مَنْ أَخَذَ شِبْرًا مِنَ الأَرْضِ ظُلْمًا، فَإِنَّهُ يُطَوَّقُهُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ
Artinya:
“Siapa yang mengambil sejengkal saja dari tanah secara aniaya maka dia akan dikalungkan dengan tanah sebanyak tujuh bumi pada hari qiyamat “. (Shohih Bukhori, no.3026 dan Shohih Muslim, no.1610)
Lantas bagaimana bila sudah terlanjur melakukan ghosob, bagi orang yang mengghosob/ ghasib dibebani tanggungan berupa kewajiban untuk mengembalikan barang yang ia ghosob kepada pemiliknya dan meminta maaf atas perbuatan tersebut, sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Zainuddin Al-Malibari dikitab fathul mu’in
وعلى الغاصب ردٌ وضمانُ مُتَمولٍ تلِفَ بأِقْضَ قِيمِهِ من حينَ غصبٍ الى تلَفٍ
Bagi orang yang mengghasab/ ghasib wajib mengembalikan barang ghasabannya dan menanggung barang mutamawwal yang rusak dengan perhitungan harga tertinggi yang terjadi sejak waktu ghasab hingga barang itu rusak.
Kewajiban ini tetap berlaku sampai kapanpun bagi ghasib hingga ia selesai mengembalikan sesuatu yang ia ghasab kepada pemiliknya
Akan tetapi bagaimana semisal ia lupa kepada pemiliknya ataupun ia lupa tempat dimana ia mengghosob??
Kewajiban itu tetap menjadi tanggungan bagi ghasib sehingga ia mengembalikan barang yang ia ghosob kepada pemiliknya, bila ia lupa terhadap pemiliknya bisa dengan cara diserahkan terhadap qhodli
Qhodli bila diterapkan pada konteks sekarang, yakni: seorang hakim yang membuat keputusan berdasarkan syariah hukum Islam, yang diangkat secara resmi untuk memeriksa, menerima dan menetapkan suatu hukuman yang diajukan kepada peradilan. Moeslim id
Sebagaimana penjelasan Syekh Zainuddin Al-Malibari didalam kitab fathul mu’in, yakni:
ويبرأُ الغاصِبُ برَدِّ العَينِ الى المالكِ, ويكفِي وضْعُها عندهُ ولوْ نسيَهُ بَرِىءَ بالردِّ الى القاضِى
Ghasib menjadi bebas dengan mengembalikan barang kepada pemiliknya, apabila ia lupa terhadap pemiliknya maka tanggungan kewajibannya menjadi bebas dengan cara menyerahkan kepada sang Qadliy.
Kesimpulan, menguasai haq orang lain atau memanfaatkan barang tanpa izin dari pemiliknya dikatagorikan sebagai ghosob, prilaku ini dihukumi haram dan mendapatakan dosa dikarnakan berpotensi sangat merugikan orang lain.
Bagi orang yang sudah terlanjur melakukan ghosob maka baginya tetap mempunyai tanggungan untuk mengembalikan barang yang ia ghosob terhadap pemiliknya bila ia lupa hendaknya diserahkan kepada qhodli..
Sekian….
Deni alfarizi (Mahasantri Aktif Ma’had Aly Nurul Jadid)