Menikah merupakan fitrah manusia untuk memenuhi kebutuhan biologisnya dengan bertujuan menjaga agama dan melestarikan keturunan. Rasulullah SAW. sangat menganjurkan umatnya untuk menikah, terlebih bagi mereka yang sudah sangat butuh terhadap nikah dan mempunyai biaya yang mencukupi. Seperti tersebut dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh imam Bukhori dan Muslim:
عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال كنا مع النبي صل الله عليه وسلم شبابا لا نجد شيأ فقال لنا رسول الله : يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فاليتزوج فإنها أغض للبصر واحصن للفرج ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء
Artinya: “sahabat Abdullah bin Mas’ud ra.berkata ‘kami pemuda bersama nabi saw. tidak menemukan sesuatupun’. Kemudian Rasulullah bersabda pada kami: ‘Wahai pemuda, barangsiapa diantara kalian telah mampu dalam memberi nafaqoh, hendaklah kalian menikah. Sesungguhnya dengan menikah dapat lebih menjaga pandangan dan kemaluan. Barangsiapa yang tidak mampu hendaklah kalian berpuasa, karena sesungguhnya puasa menjadi obat’ ”
Dari hadis diatas menunjukkan bahwa Rasullah menganjurkan menikah bagi orang yang mampu memberi nafaqoh, dan terdapat solusi bagi mereka yang belum mampu dalam hal nafaqoh yakni dengan berpuasa, karena dengan puasa seseorang dapat menahan hasrat nafsunya.
Namun, terkadang sebagian dari mereka yang telah memiliki biaya memadai dilema antara memilih menikah atau harus menunaikan ibadah haji yang hukumnya wajib. Lalu bagaimana sikap yang harus dilakukan oleh mereka yang mengalami dilema seperti hal diatas? Apakah tetap menjalani proses nikah yang berstatus hukum sunnah atau harus memilih tunaikan ibadah haji yang hukumnya wajib?
Dijelaskan dalam kitab kifayatul akhyar:
ولو قدر على مؤن الحج لكنه محتاج الى النكاح لخوف العنت – وهو الزنا – فصرفه الى النكاح اهم من صرفه الى الحج لأن حاجة النكاح ناجزة والحج على التراخى وان لم يخف العنت … فتقديم الحج افضل
Artinya : “barangsiapa yang mampu atas biaya haji akan tetapi dia butuh terhadap nikah karena takut terjadi zina, maka menggunakan biaya tersebut untuk nikah lebih penting dari pada menggunakannya untuk haji, karena kebutuhan nikah harus dipenuhi secara langsung sedang kebutuhan haji bisa ditunda(masa akan datang). Namun, jika tidak dihawatirkan terjadi zina, maka mendahulukan haji lebih utama”
Berdasar keterangan di atas, bagi orang yang mampu terhadap biaya haji akan tetapi ia butuh/ingin menikah karena takut terjerumus dalam zina, maka sebaiknya ia menggunakan biaya tersebut untuk menikah. Namun, jika tidak dikhawatirkan melakukan zina, maka melaksanakan haji terlebih dahulu itu lebih utama. Hal ini juga dibahas secara detail oleh imam an-Nawawi dalam Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab juz 8 halaman 107:
وان احتاج إلى النكاح وهو يخاف العنت قدم النكاح لان الحاجة الي ذلك علي الفور والحج ليس علي الفور) (الشرح) قال الرافعى لو ملك فاضلا عن الامور المذكورة ما يمكنه به الحج واحتاج إلي النكاح لخوف العنت فصرف المال إلي النكاح أهم من صرفه إلي الحج هذه عبارة الجمهور وعللوه بأن حاجة النكاح ناجزة والحج علي التراخي
Artinya: “jika seseorang butuh terhadap nikah dan dihawatirkan terjerumus dalam zina, maka dahulukanlah nikah, karena kebutuhan tersebut perlu disegerakan. Sedangkan haji tidak perlu disegerakan. (syarh) imam ar-Rofi’i berpendapat: jika seseorang memiliki sesuatu/harta lebih yang memungkinkan untuk haji akan tetapi dia butuh terhadap nikah karena takut terjadi zina, maka menggunakan harta tersebut untuk nikah lebih penting daripada digunakan untuk haji. Ini merupakan ungkapan ulama jumhur dengan alasan bahwa hajat nikah harus segera sedangkan kebutuhan haji bisa ditunda”
Dari sini dapat kita tarik benang merah, bahwa bagi orang yang benar-benar ingin menikah dan memiliki biaya yang memadai lebih baik ia menikah daripada nantinya akan terjerumus pada hal-hal yang tak diinginkan seperti zina, hal ini sesuai qoidah ushul fiqh
درء المفاصد مقدم على جلب المصالح
Artinya: “menolak kemafsadatan (kerusakan) lebih didahulukan daripada menarik kemaslahatan”
Karena lebih baik mencegah kemudhlorotan yang mungkin timbul daripada mengobati bahaya yang sudah terjadi. Wallahu A’lam
Safilatul Khoirot (Mahasantri Semester 5 Ma’had Aly Nurul Jadid )