MahadAly.Enjhe – Agama islam merupakan agama yang memuliakan akal, karena dengan akal yang sehat, seseorang dapat membedakan yang benar dan salah. Bahkan, diantara maqoshidus syari’ah atau tujuan-tujuan syari’at adalah hifdzul aqli atau menjaga akal. Oleh karena itu, minum khomer (minuman keras) dan hal-hal yang dapat merusak akal itu dilarang karena agama islam sangat memuliakan akal hifdzul aqli.
Dalam karyanya yang berjudul Mukhtasor Ihya’ Ulumiddin, sebuah kitab ringkasan dari kitab induknya, yakni kitab Ihya’ Ulumiddin, yang keduanya pengarangnya adalah Imam Ghazali, menerangkan dalam bab pasal tentang akal dan kemuliannya.
Disini, penulis mengelompokkan penjelasan Imam Al-Ghazali tersebut dalam dua poin, yakni: pertama, definisi serta kemulian akal. Kedua, hakikat akal.
Pembahasan pertama adalah definisi akal dan kemuliannya. Imam Ghazali mendefinisikan akal dengan tempat tumbuhnya ilmu. Lalu, Imam Ghazali melanjutkan dengan menyebutkan dalil yang menujukkan kemuliaan akal, yakni berupa sabda nabi Muhammad Saw. Yang berbunyi:
اول ما خلق الله العقل فقال له اقبل فأقبل ثم قال له أدبر فأدبر فقال وعزتي وجلالي ما خلقت خلقا اكرم علي منك بك آخذ وبك اعطي وبك اثيب وبك اعاقب
Artinya : Paling awalnya sesuatu yang diciptakan oleh Allah adalah akal. Kemudian Allah berkata padanya: “Datanglah”, kemudian akal menghadap. Lalu Alah berkata pada akal, “mundurlah” kemudian akal mundur. Kemudian Allah berkata, demi kemuliaan dan keagunganku, tidaklah aku menciptakan makhluk yang lebih mulia daripada engkau (akal). Denganmu aku mengabil, denganmu aku memberi pahala, denganmu aki menyiksa.
Selain itu, Imam Ghazali juga menukil hadits sebagaimana berikut :
وَقال صلى الله عليه وسلم: سَأَلت جبريل: مَا السؤدد ؟ قال العقل
Artinya: Nabi Muhammad Saw. bertanya pada Jibril, apa pemimpin yang bisa membimbing? Jibril menjawab, “akal.”
Dari hadits ini bisa kita tarik kesimpulan mengapa akal itu sangat mulia kedudukannya, yakni dengan akal kita bisa membedakan mana yang baik dan buruk, benar dan salah. Berbeda hal dengan nafsu yang selalu memandang perkara dengan yang enak-enak saja. Oleh karena itu, bila seseorang menggunakan akalnya, maka ia dapat terbimbing kepada kebenaran dan kebaikan. Tapi sebaliknya, bila akalnya ia kesampingkan dan memilih hawa nafsu, maka ia terbimbing pada kejelekan dan keburukan.
Pada poin kedua, Imam al-Ghazali menerangkan hakikat akal itu sendiri. Menurutnya, hakikat akal ada potensi atau kemampuan tertanam yang memungkinkan menangkap hal-hal yang bisa diketahui yang bersifat abstrak. Akal itu seolah-olah cahaya yang ditaruh (oleh Allah) di hati, yang mana akal itu siap untuk mengetahui sesuatu. Dan proses mengetahui sesuatu itu berbeda-beda sesuai dengan berbeda-bedanya kemampuan akal seseorang.
Kesimpulannya, kemuliaan akal menurut imam Ghazali adalah dengan akal seseorang dapat tertuntun menuju kebenaran dengan kebaikan, karena akal adalah lawan dari hawa nafsu yang selalu mengajak pada perkara yang enak-enak saja. Selain itu, karena hakikat akal sendiri merupakan cahaya yang berada dihati untuk mengetahui sesuatu yang bersifat abstrak.
Terima kasih. Wallahu a’lam.