Zakat merupakan salah satu dari ibadah yang di perintahkan oleh Allah SWT dengan cara mengeluarkan sebagian harta yang kita miliki kepada kelompok (asnaf zakat) yang sudah di tentukan oleh Allah SWT. Tujuannya untuk menyucikan jiwa dan harta yang kita miliki.

Pensyariatan zakat fitrah bersamaan dengan syariat puasa ramadhan yang bertepatan pada tahun kedua hijriyah. Dengan datangnya bulan ramadhan, kita sebagai umat islam sudah diperbolehkan menunaikan zakat fitrah. Akan tetapi akhir-akhir ini dikalangan masyarakat mencuat pertanyaan, “bolehkah membayar zakat fitrah dengan menggunakan uang?”

Sebelum membahas lebih lanjut alangkah baiknya kita mengkaji dalil tentang zakat terlebih dahulu. Dalam sebuah hadis yang di riwayatkan oleh Imam Bukhori Muslim Rasulullah bersabda;

“فَرَضَ رَسُولُ اللَّه صلى الله عليه وسلم زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ، وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى، وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ”. رَوَاهُ الشيخان

Artinya : “ Rasulullah saw mewajibkan zakat fitrah bulan Ramadlan berupa satu sho’ kurma kering, atau satu sho’ sya’ir, kepada setiap orang merdeka, hamba sahaya, lelaki, perempuan, yang berstatus muslim “. (HR. Bukhari-Muslim)

قال ابو سعيد كنا نخرج زكاة الفطر صاعا من طعام ، أو صاعا من شعير ، أو صاعا من تمر ، أو صاعا من زبيب ، أو صاعا من أقط رَوَاهُ الشيخان .

Artinya : “ Abu Sa’id berkata; kami mengeluarkan zakat fitrah berupa satu sho’ makanan, atau gandum, atau kurma basah, atau anggur kering, atau keju“. (HR. Bukhari-Muslim)

Dari hadis diatas, ada dua kelompok yang memiliki cara pandang yang berbeda dalam memahami teks hadis tersebut yaitu jumhur ulama’ (syafi’iyah, hanabilah dan malikiyah) dan ulama’ hanafiyyah.

Jumhur berpendapat, bahwa zakat fitrah tertentu pada makanan pokok yang berlaku ditempat muzakki (orang yang berzakat) tinggal, karena para sahabat Rasulullah SAW tidak mengeluarkan zakat kecuali dengan makanan yang sudah ditentukan oleh Rasulullah SAW.

Selain itu, mereka juga meneliti illat (alasan hukum) yang ada pada makanan yang sudah mansus (di nash) di hadis nabi, sehingga zakat fitrah tidak tertentu pada makanan yang ada pada teks hadis tersebut, akan tetapi juga bisa diterapkan pada negara lain yang memiliki makanan pokok yang berbeda.

Mereka juga berargumentasi bahwasanya zakat adalah ibadah atas jenis harta tertentu sehinggga tidak diperbolehkan mengeluarkan zakat dengan selain jenis harta yang dimaksud.

Hal ini berbanding terbalik dengan Ulama’ Hanafiyyah yang berpendapat bahwa zakat fitrah boleh menggunakan uang seharga makanan yang sudah ditentukan oleh hadis dengan berlandaskan ayat:
لن ثنالوا البر حتى تنفقوا مما تحبون
“Artinya: Tidak akan memperoleh kebaikan sampai mereka memeberikan apa yang mereka cintai”

Mereka berpendapat bahwasanya harta yang paling dicintai pada masa Rasulullah SAW adalah makanan, sedangkan pada masa sekarang adalah uang, jadi mengeluarkan zakat dalam bentuk uang diperbolehkan.

Selain itu, mereka juga berargumen bahwasanya hukum islam harus didasarkan kepada menjaga kemaslahatan, dalam hal zakat fitrah, yang lebih maslahat kapada muzakki (orang yang mengeluarkan zakat) dan mustahiq (orang yang berhak menerima zakat) adalah uang. Muzakki (orang yang mengeluarkan zakat) bisa lebih simpel dan mudah dalam mengeluarkan zakat tanpa harus membeli makanan. Mustahiq (orang yang berhak menerima zakat) bisa secara langsung men-tasarruf-kan (membelanjakan) uang tersebut tanpa harus menjual terlebih dahulu zakat fitrah mereka.

Dari kedua pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwasanya yang menyebabkan mereka berbeda pendapat adalah perbedaan mereka didalam menentukan illat (alasan hukum) dari asal yang sudah mansus (di nash) oleh hadis. Jumhur Ulama’ berpendapat illat-nya adalah karena makanan pokok sedangkan Hanafiyyah berpendapat illat (alasan hukum) yang ada pada asal adalah berupa harta yang disenangi dan yang lebih maslahat.

Tata Cara Mengeluarkan Zakat dengan Uang

Adapun Tata cara pembayaran zakat fitrah harus mengikuti prosedur yang ada pada masing masing madzhab tersebut. Jumhur Ulama’ berpendapat bahwasanya satu sho’ (takaran zakat yang harus di keluarkan) adalah 2,75 kg. sedangkan satu sho’nya hanafiyyah adalah 3,8 kg. Oleh karena itu, apabila seseorang ingin bertaqlid (mengikuti) kepada Madzab Hanafi maka harus mengikuti ukuran satu sho’ yang di tentukan oleh Ulama’ Hanafiyah. Tidak boleh kemudian ukurannya mengikuti madzhab jumhur, sedangkan jenis zakatny mengikuti Mazhab Hanafi karena akan terjadi talfiq (menggabungkan 2 pendapat atau lebih dalam satu masalah).

Selain itu didalam Madzhab Hanafi mensyaratkan nilai nominal uang tersebut harus sesuai dengan makanan yang sudah ditentukan oleh hadis.

Berikut kami sertakan edaran LAZISNU tentang jumlah nominal uang yang harus dikeluarkan dalam takaran satu sha’ yaitu 3,8 kg sesuai dengan salah satu pilihan harga berikut:

a. Kurma
Kurma ajwa Rp.1.140.000 (setiap satu jiwa)
Kurma sukari Rp. 342.000 (setiap satu jiwa)
Kurma kholas Rp. 171.000 (setiap satu jiwa)

b. Anggur Kering/ kismis:
Kismis Jumbo Rp. 570.000 (setiap satu jiwa)

c. Kismis Kecil Rp. 380.000 (setiap satu jiwa)

d. Gandum : 1 sha’ Rp. 126.000 (setiap satu jiwa)
½ Sha’ Rp. 63.000 (setiap satu jiwa)
Harga bersifat kondisional sesuai dengan waktu dan lokasi.

Penulis : Ust. Moh. Faizin (Alumnus Ma’had Aly Nurul Jadid)

 

 

 

By Alfin Haidar Ali

Mahasantri Semester Akhir Ma'had Aly Nurul Jadid

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Chat
1
Assalamualaikum, ada yang bisa kami bantu ?