Bismillahi Ar-rohmaan Ar-rohiim, Marhaban Ya Romadhon, bulan yang penuh dengan limpahan rahmat dan peluang pahala telah tiba, bahkan telah kita laksanakan satu hari, dan patut kita syukuri sebagai orang yang ditakdirkan untuk dapat menghirup aroma harumanya dan menikmati manisnya pada hari-hari selanjutnya.

Oleh karenanya dirasa penting untuk intropeksi diri dan mengevaluasi diri dari ibadah yang telah kita lalui satu hari ini, karena didepan masih membentang ujian yang harus kita lewati.

Telah menjadi hal yang maklum dan telah tertanam dibawah alam bawah sadar kita bahwa bulan ini merupakan bulan yang dihormati, sehingga kedatanganya disambut dengan berbagai hal kegiatan baik dalam tradisi ataupun ritual keagamaan. Oleh karena itu disadari atau tidak oleh masyarakat awam atau khowash, bahwa dalam menjalankan ibadah ini ada hal yang tak kasat mata yang berpengaruh pada kehidupan.

Sehingga dalam ibadah yang sakral ini terdapat dua unsur yang harus dilakukan, dengan tujuan agar tidak hanya aroma yang diperoleh namun juga manis akan dirasakan. Pertama unsur lahiriyah dan kedua unsur bathiniyah. Meski dalam praktiknya tidak sedikit yang tidak mengaplikasikan unsur yang kedua meskipun telah diketahui.

Karena itu beberapa abad yang lalu, disamping dimensi lahiriyah, Al-ghozali juga menjelaskan secara penjang lebar mengenai dimensi bathiniyah dalam kitabnya yang fenomenal yaitu kitab ihya ulumiddin.

Terlapas dari dimensi lahiriyah yang telah diketahui bersama yang meliputi rukun-rukun puasa, syarat-syarat sahnya puasa dan perbuatan yang dapat membatalkan puasa, terdapat pula rukun, syarat dan hal bathiniyah yang membatalkan pahala puasa sehingga hal ini yang menjadi indikator puasa kita diterima atau tidak, karena terkadang ibadah yang kita lakukan sah namun tidak diterima.

Sebelum itu Al-ghozali membagi tingkatan puasa :

pertama puasa secara umum (صوم العموم) (telah diketahui masyarakat luas)

Kedua puasa khusus (صوم الخصوص)

Ketiga puasa (صوم الخصوص الخصوص). ketiga tingkatan puasa ini memliki kriteria masing-masing.

Puasa yang pertama adalah puasa yang telah biasa dilaksanakan. Puasa ini bisa tercapai dengan menahan lapar dan haus, tidak mengkonsumsi makanan dan minuman, disamping itu juga menahan syahwat berhubungan suami istri.

Puasa yang kedua adalah صوم الخصوص. Sedikit lebih tinggi dan lebih berat pelaksanaannya karena disampaing menahan lapar dan haus serta menahan syahwat berhubungan suami istri, juga mencegah indra penglihatan dari segala hal yang dapat menimbulkan dosa dapat melalaikan untuk ingat kepada Allah SWT, karena penglihatan merupakan pintuk masuk yang digunakan setan untuk mencelakakan manusia. Dalam kitabnya, Al-ghozali menyitir sebuah hadits Rosulullah SAW bahwa indra penglihatan bagai sebuah anak panah beracun yang dimiliki oleh iblis.

Cara yang kedua yaitu mencegah lisan dari segala hal yang berakibat dosa, diantara Ghibah, berbohong atau berdusta, mengadu domba antara sesama, sumpah palsu. Dari pada melakukan perbuatan ini lebih baik diam atau membaca ayat suci Al-Quran dan menyibukkan diri dengan melafalkan dzikir.Karena disadari atau tidak perbuatan buruk ini menjadi hal yang biasa dilakukan oleh kita.

Selanjutnya adalah mencegah indra pendengaran dari segal hal yang diharomkan untuk didengar, karena setiap sesuatu yang haram mengucapkannya maka haram pula mendengarkannya dan Allah menyamakan orang yang mendengarkan sesuatu yang haram dengan orang yang mengkonsumsi makanan harom, dalam firmannya سماعون للكذب أكالون للسحت.

Tahap selanjutnya adalah tahap yang memang harus dilakukan yaitu menahan diri untuk makan dan minum serta menahan diri untuk mengkonsumsi makanan dan minumam halal dalam kadar yang melampaui batas atau keterlaluan pada saat berbuka, karena makanan halal merupakan makanan yang bermanafaat bila dikonsumsi sekadarnya, dan berakibat sebaliknya, yaitu membahayakan apabila dikonsumsi diluar batas kadar kemampuan perut untuk menampungnya.Beda halnya dengan makanan haram yang memang dilarang untuk mengkonsumsinya.

Karena tujuan dari puasa adalah mengendalikan nafsu agar tunduk, sehingga apabila pengendalian hanya dilakukan pada siang hari sampai matahari terbenam, katakanlah dikekang, maka ia akan lebih bersemangat lagi, bahkan dua kali lipat lebih kuat dari sebelumnya untuk mengkonsumsi sebanyak-banyaknya. Oleh karena itu berbukalah dengan sekadarnya tanpa harus melampiaskannya atau “Qodho-an” pada saat berbuka. Disamping itu tujuan puasa adalah merasakan lapar dan haus yang juga dirasakan oleh saudara-saudara kita yang tidak punya.

Sehingga, Al-Ghozali menambahkan bahwa malam lailatul qodr yang merupakan sebuah ekskpresi terbukanya ‘alam al-malakut bagi yang menjalankan ibadah ini dengan sungguh-sungguh, apabila antara intelek dan hati atau dadanya dipenuhi dengan hal-hal yang berkaitan dengan makanan dan minumam maka terhalang pula baginya ‘alam al-malakut.

Terakhir dari puasa yang kedua ini adalah mengarahkan hati untuk selalu takut dan penuh pengharapan, karena tidak ada yang tau apakah puasa kita diterima atau tidak.

Puasa yang ketiga adalah صوم خصوص الخصوص. Puasa ini adalah puasa yang paling tinggi tingkatannya dan tentu paling tinggi pula balasannya, karena puasa ini disamping melaksanakan kriteria dua puasa diatas juga puasa hati, artinya mencegah hati untuk sesuatu selain Allah SWT, selalu terpaut dengan Allah SWT, dan puasa ini menjadi batal apabila hati tergelincir pada sesuatu selain Allah SWT.

Bahkan imam al-Ghozali mengatakan bahwa berfikir tentang dunia dapat membatalkan puasa pada tingkatan ini, kecuali berfikir tentang dunia yang akan dikembalikan pada akhirat, sebagaimana yang disabdakan nabi muhammd SAW bahwa dunia adalah ladang akhirat.

Level puasa yang ketiga ini adalah puasa yang dilakukan oleh para Nabi, orang-orang yang dekat dengan Allah SWT.

Keterangan ini dilansir dari kitab Ihya’ ulumiddin pada bab rahasia-rahasia puasa. Semoga pada hari-hari selanjutnya kita mendapatkan ma’unah dan rahmat kasih sayangnya untuk selalu saling mengingatkan dan meningkatkan ketaqwaan kita, serta selalu berusaha untuk selalu mendekatkan diri, sehingga tidak hanya lapar dan haus yang kita rasakan namun juga merasakan dampaknya saat bulan ini selesai bahkan pada kehidupan yang akan dating, yaitu akhirat. Wa Allahu a’lamu bi As-showab.

Penulis : Ust. Anshori Musyrif Ma’had Aly Nurul Jadid)

Editor : Alfin Haidar Ali

By Alfin Haidar Ali

Mahasantri Semester Akhir Ma'had Aly Nurul Jadid

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Chat
1
Assalamualaikum, ada yang bisa kami bantu ?