Ilmu mantiq murupakan anak cabang daripada ilmu filsafat. Hukum mempelajari filsafat dikalangan ulama masih di perselisihkan, ada yang mengharamkan ada pula yang membolehkan. Oleh karena ilmu mantiq “lahir” dari rahim filsafat maka para ulama juga berselisih tengtang hukum mempelajarinya.
Setidaknya ada 3 pendapat di dalamnya. Pertama, melarang (mengharamkan) pendapat ini di wakili oleh Imam Nawawi Dan Ibnu Sholah. Kedua, memperbolehkan, pendapat ini di sampaikan oleh jumhur. Salah satu diantara mereka adalah hujjatul Islam al-Imam Ghazali, bahkan ulama’ yang lebih di kenal sufi ini berkata, “barangsiapa yang tidak mempelajari ilmu mantiq, maka kelilmuannya tidak dapat di pertanggung jawabkan”. Ketiga adalah tafsil, bagi yang mempunyai kecerdasan Dan ia juga mengerti al-qur’an Dan sunnah hukumnya boleh, sedangkan bagi orang yang tidak memenuhi prasyarat diatas di hukumi tidak boleh.
Akan tetapi imam Damanhuri dalam kitab idhohul mubhamnya, memberi catatan terkait tiga pendapat diatas, menurutnya, khilaf (perbedaan) ulama tersebut apabila dalam kajian ilmu mantiqnya bercampur dengan filsafat seperti kitab tawali’ baidowi. Artinya apabila yang dipelajari murni kajian mantiq, ulama sepakat dan sependapat bahwa hukumnya boleh boleh saja.
Bahkan ada sebagian ulama yang berpendapat lebih ekstrem, mereka menyatakan hukum mempelajari ilmu mantiq fardu kifayah, jika akan di gunakan untuk meng-counter ahlu bid’ah seperti khawarij, mu’tazilah dll. Sebgaimana bunyi kaidah Ma la yatimmu al-wajib fahuwa bihi wajib.
Penulis : Ahmad Qusyairi as-Salimy (Dosen Mahad Aly Nurul Jadid)