Hingga awal januari 2018, media sosial semacam facebook dan youtube menjadi dua situs yang paling sering di akses setelah mbah google. (tirto: 2018). Fonomena ini sekaligus menandai era baru, yakni era peralihan dari dari televisi ke youtube, dari koran ke portal online dan dari pertemanan nyata menjadi pertemanan maya. Saat ini, banyak platform yang dapat digunakan untuk berinteraksi (facebook, Whtashap), berbisnis (Tokopedia, bukalapak), hiburan (Tiktok) hingga dalam hal belajar agama. dalam tulisan ini saya menyoroti perkembangan belajar ilmu agama melalui internet.

Tumbuhnya Radikalime

Belajar agama melalui internet saat ini menunjukkan tren positif sekaligus negatif, maksudnya adalah dengan adanya  medsos kesadaran keagamaan masyarakat mengalami peningkatan. Namun sikap eksklusif dan radikal juga tumbuh subur searah dengan semangat keagamaan yang mengebu-ngebu.

Berdasarkan Penelitian Wahid Institut Ada 11 juta lebih masyarakat indonesia yang bersedia melakukan tindakan radikal, 0,4 persen penduduk Indonesia pernah bertindak radikal. Sedangkan 7,7 persen mau bertindak radikal kalau memungkinkan. Apa penyebabnya? Direktur Wahid Institut, Yenni Wahid  menyebutkan beberapa faktor diantaranya; kesenjangan ekonomi dan ceramah sarat kebencian.

Hal ini di kuatkan dengan pemaparan Menteri Pertahanan, Ramizad Riyacudu, yang menemukan sebanyak 3 persen TNI terpapar radikalisme, 23,4 persen mahasiswa setuju dengan negara Islam/ khilafah, lalu ada 23,3 persen pelajar SMA. Selanjutnya 19,4 persen PNS  dan 19,1 persen pegawai BUMN tidak setuju dengan Pancasila. (Jawa Pos:2019)

Peranan Media Sosial

Kecanggihan teknologi, khususnya medsos mempunyai peranan penting dalam mendistrupsi berbagai elemen kehidupan masyarakat, terutama dalam berinteraksi dan mencari ilmu pengatahuan termasuk ilmu agama. Dengan berbagai kenggulannya medsos telah berhasil meng-”hijrah”-kan kaula muda dan mengubah pola pikir mereka tentang pandangan keagaman terutama masalah bid’ah, khilafah dan jihad.

Fonomena ini di picu oleh media sosial: portal online, twiter, istagram dan youtube di kuasai oleh kalangan islam puritan, semisal salafi-wahabi, Ikhwanul Muslimin dan HTI, yang ajarannya cenderung radikal, intoleran dan anti pancasila. Bahkan penelitian terbaru 5  dari 7 ustadz terpopuler di medsos adalah mereka berfaham Wahabi-Salafi dan HTI

Dakwah mereka banyak di gandrungi oleh masyarakat karena dakwahnya yang kreatif dan atraktif seperti adanya sesi tanya-jawab, mengadakan berbagai event semisal hijrahest, short movie islami, komunitas hijrah, baju dakwah dll.

Tak heran jika para ustadz medsos ini memiliki jutaan pengikut. Dengan demikian,  kemudian muncul mega bintang ustadz medsos, semacam Felix Siuw eks HTI dengan lebih dari 2,4 juta pengikut, Khalid Basalamah ustadz salafi-wahabi yang chanel youtubenya memperoleh 962 ribu subsciber serta video yang telah di tonton ratusan juta kali, Yufid TV media televisi milik salafi-wahabi  di subscrabe oleh 1,2 juta akun, belum lagi chanel milik artis yang “hijrah” ala salafi dan HTI yang memiliki jutaan pengikut dan menjadikan mereka sumber inspirasi.

Satya Adhi salah satu peneliti media dan jurnalisme dalam sebuah artikelnya  menyatakan fonomena ini tidak lepas dari efesiensi medsos dalam menjaring pengguna. Medsos berhasil membuat para pengguna merasa terlibat dengan sumber pesan  dan pesan itu sendiri. (Tirto. Id)

Hal lain yang membuat medsos di gemari elemen  masyakat adalah interkatifnya. Mereka tidak hanya bisa baca atau menonton, tapi bisa berbincang  dan berdebat di kolom komentar.

Cerdas dalam memilih dan memilah

Dari berbagai  paparan diatas seyogyanya kita harus hati-hati dan cerdas dalam memilah dan memilih ustadz panutan, pilihlah ustadz-usatdz yang tasawwuth (moderat), tasamuh (toleran) dan tawazun ( seimbang),  bukan ustadz yang mudah mengkafirkan (takfiri), membidahkan (tab’idi), tidak menghargai perbedaan, dan mengganggap pancasila thagut.

Akan tetapi tidak semua ustadz populer di medsos berfaham islam puritan, masih ada Ustadz Abdus Somad, Gus Baha’, Buya Yahya, Gus Muwafiq, Aa’Gym dan Gus Mus yang bisa di jadikan panutan dalam belajar islam.Wallahu A’lam

Ach. Qusyairi. S.E.

Dosen Ma’had Aly Nurul Jadid

By

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Chat
1
Assalamualaikum, ada yang bisa kami bantu ?