Perayaan Hari Ibu yang biasa disebut dengan PHI selalu menjadi peluang bagi seorang anak dan suami untuk membalas jasa Wanita dalam keluarganya sebagai seorang ibu disetiap tahunnya. Hampir disetiap negara memperingatinya dengan hari yang berbeda satu sama lain. Hari Ibu ditetapkan secara resmi sebagai tanggal nasional di Indonesia oleh Presiden Soekarno melalui Dekrit Presiden Republik Indonesia No.316 Tahun 1959 pada ulang tahun Kongres Perempuan Indonesia yang ke-25 yang kemudian berlaku sampai saat ini.

Sebagai masyarakat negara mayoritas Islam, yakni Indonesia terutama umat muslim itu sendiri perlu memahami hukum merayakan hari ibu. Simak penjelasan berikut!
Berbakti kepada orang tua dan menghormatinya merupakan kewajiban sebagai seorang anak, dan hal ini dijelaskan dalam Alquran yang Dimana Allah SWT berfirman dalam Surah A-Isra’ ayat 23:

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوٓا۟ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَـٰنًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ ٱلْكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّۢ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًۭا كَرِيمًۭا

Artinya: “Dan Tuhanmu telah perintahkan, supaya engkau tidak menyembah melainkan kepadaNya semata-mata, dan hendaklah engkau berbuat baik kepada ibu bapa. Jika salah seorang dari keduanya, atau kedua-duanya sekali, sampai kepada umur tua dalam jagaan dan peliharaanmu, maka janganlah engkau berkata kepada mereka (sebarang perkataan kasar) sekalipun perkataan “Ha”, dan janganlah engkau menengking menyergah mereka, tetapi katakanlah kepada mereka perkataan yang mulia (yang bersopan santun)” (Q.S Al Isra’:23)

Berangkat dari sumber tersebut perlu diperhatikan betul dalam bentuk berbakti kepada orang tua, terutama berbakti kepada seorang ibu yang derajatnya tiga kali lebih tinggi dari seorang ayah. Rasulullah SAW bersabda dalam hadis:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ ال النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ رواه البخاري ومسلم

Artinya: Dari Abu Hurairah RA, “Seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi SAW menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi SAW menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi SAW menjawab, ‘Kemuidan ayahmu.'” (HR Bukhari dan Muslim).

Kemudian mengenai hukum merayakan hari ibu masih menjadi kontroversi, sebab sebagian ulama seperti, Syekh Abdul Aziz bin Baz, Syekh Shalih al-Fauzan, Syekh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin, dan Lembaga Fatwa Arab Saudi (Al-Lajnah Ad-Da’imah lil Fatwa), mengharamkan peringatan Hari Ibu. Yang merujuk pada hadis Rasulullah SAW

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak” (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)

Mereka berpendapat bahwasannya perayaan ini termasuk bid’ah karena tidak pernah dikerjakan oleh baginda nabi dan para sahabat, meski begitu ada ulama yang yang memperbolehkan dengan alasan Perayaan Hari Ibu (PHI) bisa menjadi sarana untuk berbakti dan bersyukur atas jasa ibu. Dan pendapat yang memperbolehkannya lebih kuat. Ini ditegaskan dalam keputusan para ulama yang tergabung di kompilasi fatwa Mufti Besar Mesir dan Grand Syekh Al-Azhar As-Syarif Syekh Dr. Ali Jum’ah Muhammad.

السُّؤَالُ مَا حُكْمُ الْاِحْتِفَالِ بِعِيْدِ الْأُمِّ وَهَلْ هُوَ بِدْعَةٌ؟ الْجَوَابُ: … وَمِنْ مَظَاهِرِ تَكْرِيْمِ الْأُمِّ الْاِحْتِفَالُ بِهَا وَحُسْنُ بِرِّهَا وَالْإِحْسَانُ إِلَيْهَا وَلَيْسَ فِي الشَّرْعِ مَا يَمْنَعُ مِنْ أَنْ تَكُوْنَ هُنَاكَ مُنَاسَبَةٌ لِذَلِكَ يُعَبَّرُ فِيْهَا الْأَبْنَاءُ عَنْ بِرِّهِمْ بِأُمَّهَاتِهِمْ فَإِنَّ هَذَا أَمْرٌ تَنْظِيْمِيٌّ لَا حَرَجَ فِيْهِ

Artinya: “(Pertanyaan) Bagaimana hukum peringatan hari ibu apakah termasuk bid’ah?

(Jawaban) … Termasuk dari wujud nyata memuliakan seorang ibu adalah menggelar suatu peringatan untuknya dan bersikap baik padanya. Dalam syariat tidak ada larangan mengenai tindakan yang selaras dengan praktik tersebut yang dinilai oleh seorang anak sebagai bentuk kepatuhan dengan ibu mereka. Maka hal ini termasuk kegiatan yang tertata dan tidak terdapat dosa di dalamnya.” [Ali Jum’ah, Al-Bayan lima Yusghilul Adzhan, [Kairo, Darul Muqattam], juz I, halaman 250).

Perlu diperhatikan bahwasanya dalam perayaan tersebut sebaiknya menghindari penyimpangan tradisi dan nilai-nilai Islam. Serta harus diperingati untuk memuliakan ibu dan sebagai pengingat akan pentingnya peran ibu dalam kehidupan. Tentunya dalam penghormatan kepada seorang ibu tidak boleh dibatasi oleh waktu tertentu.

Jadi Perayaan Hari Ibu diperbolehkan dalam Islam asalkan sesuai dengan syariat Islam sepertihalnya dengan cara mendoakan, memberi hadiah yang bermanfaat, dan beramal baik atas nama Ibu.
Wallah a’alam.

Azizah Lailatuzzahrah, Semester 2 Mahasantri Ma’had Aly Nurul Jadid

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Chat
1
Assalamualaikum, ada yang bisa kami bantu ?