Artikel berikut merupakan catatan singkat “Ngaji Bareng” bersama Dr. KH. Reza Ahmad Zahid, Lc., MA di Acara Program Sarjana Ma’had Aly Nurul Qadim, Probolinggo (Takhassus Tafsir dan Ilmu Tafsir.). Beliau adalah Katib Pengurus Besar Nahdatul Ulama, juga Rektor Institut Agama Islam Tribakti (IAIT) Kediri. Beliau dilahirkan tahun 1980-an, alumni al-Ahqaf Yaman. Beliau adalah tokoh NU yang sejalan dengan Gus Hadi, salah satu pengasuh Pondok Pesantren Nurul Qadim.

Gus Hadi bercerita saat memberikan sambutan, “Pada masa saya mondok di Lirboyo, pada usia delapan tahun, saya sering bermain kejar-kejaran dengan Gus Reza.” Beliau didampingi oleh KH. Abdul Hadi Nur dan Kiai Hafidz.

Di Gedung Aula Mini Ma’had Aly (AMMA) Nurul Qadim, dimoderatori oleh Ustadz Ainul Yaqin, S.Ag. Gus Reza menyampaikan guyonan di awal pidatonya, menganggap Kiai Hadi sebagai sesepuh di masanya dengan mengatakan, “Sekali Sesep Langsung Melepuh,” disambut tawa.

Beliau menyatakan bahwa Ma’had Aly adalah tempat pendidikan yang kompleks, perguruan tinggi pesantren yang tetap memegang teguh tradisi dan budaya leluhurnya, sambil tetap mengikuti perkembangan zaman. “Mereka yang memiliki wawasan tinggi dan berpegang teguh pada leluhur, itulah mahasantri kami,” tegasnya.

Tradisi dan budaya leluhur tersebut diibaratkan sebagai akar dari sebuah pohon, di mana pohon tidak akan kokoh tanpa akar, begitu juga dengan bangunan yang tidak memiliki pondasi yang kokoh akan mudah roboh, meskipun terlihat mewah.

Jarang kita mendengar asal usul terbentuknya perguruan tinggi, dan keterangannya beliau sampaikan kemudian diapresiasi, karena sebuah perguruan tinggi ternyata didirikan oleh seorang perempuan, di Masjid Qarawiyyin di Maroko. Dari sini dipahami bahwa peran perempuan sangat besar dalam perkembangan pendidikan di dunia ini.

Beliau juga mengapresiasi seorang santri dengan penampilan sederhana, sarungan dengan mahkota kopyah hitam di kepala. Beliau menanamkan kepercayaan diri kepada setiap mahasantri yang hadir untuk siap bersaing dengan orang-orang yang berpendidikan formal mengikuti perkembangan zaman.

Dari sini, beliau memaparkan beberapa tokoh Muslim dalam prestasi dan jasanya yang sangat bermanfaat bagi seluruh manusia di dunia, antara lain: 1. Imam al-Ghazali, 2. Al-Farabi, 3. Az-Zahrawi, penemu alat bedah, 4. Al-Khawarizmi, penemu angka nol. Seribu suara tidak akan tercapai jika nolnya kurang.

Beliau mengoreksi pemahaman tentang makna zuhud, bahwa zuhud bukan berarti kita tidak memiliki apa-apa, melainkan bahwa kita tidak menjadi hamba dari apa yang kita miliki (dunia).

Dari karya-karya ulama salaf ini, beliau menyatakan bahwa para santri sudah memiliki modal untuk hidup dengan menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Yang perlu dilakukan adalah bagaimana kita mengaktualisasikan hasil pemikiran tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam sesi tanya jawab, beliau menyampaikan bahwa bagi seorang perempuan, jangan terlalu dibebani dengan stigma kesetaraan gender. Yang perlu dipikirkan adalah bagaimana kita maju ke depan untuk bersaing dengan perkembangan zaman.

Beliau menambahkan 4 tips yang dapat meningkatkan kecerdasan kita, yaitu: 1. Al-Ibadah, 2. Muamalah, di mana kita dapat berkreasi dengan memahami dan mengerti situasi sosial, berusaha menjadi seorang fakih, yaitu seseorang yang mengkombinasikan ilmu dengan realitas sosial, 3. Hidmad, 4. Toleransi.

Ada yang bertanya tentang bagaimana seorang santri dapat berperan di dunia parlemen. Tentu, jika ditinjau dari bekal internal (ilmu), kemudian bagaimana peran seorang santri dalam perkembangan zaman?

Beliau kemudian bercerita tentang Nabi Ya’qub ketika mengutus putra-putranya ke tanah Mesir saat masa paceklik. Nabi Ya’qub memerintahkan putranya untuk tidak masuk dari satu pintu saja, melainkan dari berbagai pintu. Dari sini, beliau menyampaikan bahwa kerajaan adalah simbol pembuat hukum. Untuk mengetahui kebenaran hukum tersebut, kita tidak cukup hanya masuk dari satu pintu saja. Sebagai santri, kita harus menguasai banyak ilmu.

Pertanyaan:

– Apa tahapan dalam proses mengaktualisasikan penemuan-penemuan ulama salaf tersebut?

– Modal sudah ada, bagaimana cara mengumpulkan modal tersebut?

 

*Kamaruddin Khaliq, Senin, 12 Februari 2024 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Chat
1
Assalamualaikum, ada yang bisa kami bantu ?