Masjid adalah salah satu simbol agama Islam yang sangat penting dan dibutuhkan dalam rangka ritual ibadah serta bentuk syiar agama lainnya. Terutama dalam ibadah yang harus dilakukan secara berjamaah, seperti Salat Jumat. Sebagai seorang Muslim, tentunya kita sudah tidak asing lagi dengan Salat Jumat.
Sholat yang dilakukan secara berjamaah di masjid setiap hari Jumat tersebut hukumnya fardhu ain bagi seluruh Muslim laki-laki yang telah mencapai batas mukallaf. Seperti ibadah lainnya, Salat Jumat pun memiliki syarat dan ketentuan tersendiri dalam pelaksanaannya, salah satunya adalah dilaksanakan di daerah pemukiman warga.
Di daerah tersebut, tidak diperbolehkan melakukan rukhsah shalat jama’ qashar di dalamnya bagi musafir dan tidak didahului atau berbarengan dengan Jumat lain dalam satu desa tersebut. Semakin padatnya penduduk seperti sekarang ini, membuat masjid banyak didirikan sehingga tak jarang pelaksanaan Salat Jumat pun berlangsung secara bersamaan di beberapa masjid dalam satu desa.
Lalu bagaimanakah hukum Salat Jumat yang dilakukan bersamaan pada masjid yang berdekatan menurut tinjauan fikih?
Berikut kutipan dari kitab Bughyah al-Mustarsyidin karya Syekh Abdurrahman bin Muhammad Ba’lawi:
وَالْحَاصِلُ مِنْ كَلَامِ الْأَئِمَّةِ أَنَّ أَسْبَابَ جَوَازِ تَعَدُّدِهَا ثَلَاثَةٌ ضَيِّقُ مَحَلِّ الصَّلَاةِ بِحَيْثُ لَا يَسَعُ اْلُمجْتَمِعِينَ لَهَا غَالِبًا وَالْقِتَالُ بَيْنَ الْفِئَتَيْنِ بِشَرْطِهِ وَبُعْدُ أَطْرَافِ الْبَلَدِ بِأَنْ كَانَ بِمَحَلٍّ لَا يُسْمَعُ مِنْهُ النِّدَاءِ أَوْ بِمَحَلٍّ لَوْ خَرَجَ مِنْهُ بَعْدَ الْفَجْرِ لَمْ يُدْرِكْهَا إِذْ لَا يَلْزَمُهُ السَّعْيُ إِلَيْهَا إِلَّا بَعْدَ الْفَجْرِ
“Kesimpulan dari ucapan para imam adalah boleh mendirikan Jumat di lebih dari satu tempat karena tiga sebab. Pertama, tempat Salat Jumat yang sempit, yaitu tidak cukup menampung para jama’ah Jumat secara umum. Kedua, adanya pertikaian antara dua kelompok masyarakat dengan syarat tertentu. Ketiga, jauhnya ujung desa, yaitu jika seseorang berada di satu tempat (ujung desa) dan tidak dapat mendengar adzan, atau di tempat yang jika ia pergi dari sana setelah waktu fajar, ia tidak akan menemui Salat Jumat. Oleh karena itu, tidak wajib baginya untuk pergi Jumat, kecuali setelah fajar.”
Selain itu, Syekh Abu Bakr bin Syatha’ mengatakan:
وَالْحَاصِلُ أَنَّ عُسْرَ اجْتِمَاعِهِمْ اَلْمُجَوِّزَ لِلتَّعَدُّدِ إِمَّا لِضَيْقِ الْمَكَانِ اَوْ لِقِتَالٍ بَيْنَهُمْ اَوْ لِبُعْدِ أَطْرَافِ الْمَحَلِّ بِالشَّرْطِ
“Kesimpulannya, sulitnya mengumpulkan jamaah Jumat yang memperbolehkan berbilangannya pelaksanaan Jumat adakalanya karena faktor sempitnya tempat, pertikaian di antara penduduk daerah, atau jauhnya tempat sesuai dengan syaratnya” (Syekh Abu Bakr bin Syatha, Jam’u al-Risalatain, hal.4).
Berdasarkan penjelasan dari hasil tanya jawab hukum Islam bersama KH. Achmad Masduqi Mahfudh pada tahun 1995, pada dasarnya dalam satu kampung atau desa tidak dilarang adanya masjid lebih dari satu yang dipergunakan untuk melaksanakan shalat berjamaah lima waktu.
Namun, yang dilarang dalam satu kampung atau desa adalah mendirikan Salat Jumat lebih dari satu, kecuali jaraknya sangat jauh, minimal 1666 meter, sebagaimana keputusan muktamar NU ke-2. Untuk mendirikan Salat Jumat di suatu tempat, ada persyaratan yang harus dipenuhi, antara lain:
- Jarak dari masjid lain yang melaksanakan Salat Jumat minimal 1666 meter.
- Harus ada ahlul Jumat, yaitu anggota tetap yang terus menerus melakukan Salat Jumat di tempat tersebut, minimal berjumlah 40 orang, yang terdiri dari laki-laki dewasa yang sehat secara jasmani dan rohani.
- Ahlul Jumat tersebut harus bertempat tinggal tetap (bukan orang yang tinggal sementara) di sekitar tempat mendirikan Salat Jumat tersebut, dan bukan siswa-siswa sekolah yang rumahnya tidak berdekatan dengan tempat tersebut.
- Ke-40 orang ahlul Jumat tersebut harus pandai membaca Al-Quran, dan tidak boleh ada satu orang pun yang mengantuk saat khutbah. Jika ada yang mengantuk, khutbah Jumat tidak sah dan harus diulang. Jika tidak, Salat Jumat tidak sah.
- Seluruh jamaah Jumat tidak mungkin dapat ditampung dalam satu tempat karena adanya dua kelompok jamaah yang saling bermusuhan atau tempatnya tidak lagi sanggup menampung seluruh jamaah. Memperluas tempat tersebut tidak lagi dimungkinkan, dan sebagainya.
Jika dalam satu kampung ada dua Jumat atau lebih, dan ahlul Jumatnya sudah memenuhi persyaratan seperti yang disebutkan di atas, maka Salat Jumat yang pertama yang melakukan takbiratul ihram Salat Jumat adalah yang sah. Sedangkan yang lainnya tidak sah dan harus mengulangi Shalat Dzuhur.
Berdasarkan firman Allah, “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesulitan bagimu” (Q.S. Al-Baqarah: 185), ayat ini menegaskan bahwa Allah menghendaki kemudahan bagi umat Muslim, dan Islam tidaklah mempersulit pemeluknya. Diperbolehkan melaksanakan Salat Jumat pada masjid yang berdekatan merupakan bentuk kemudahan yang dikehendaki Allah.
Maka dapat disimpulkan bahwa tidak diperbolehkan melaksanakan Salat Jumat secara bersamaan dalam satu desa, kecuali karena ada kebutuhan seperti jarak yang jauh antara masjid yang satu dengan yang lain, jumlah jamaah yang banyak sehingga tempat menjadi sempit, dan adanya pertikaian atau permusuhan di antara masyarakat.
Wallahu a’lam.
*Nawal Amany Faizah (Mahasantri Ma’had Aly Nurul Jadid semester 1)